JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Meski sejumlah perkara korupsi telah diputus dan berkekuatan hukum tetap (inkraacht), ternyata Kejaksaan enggan melakukan eksekusi terhadap terpidana kasus tersebut. Tercata ada 66 perkara korupsi yang hingga kini belum dieksekusi institusi penuntut umum itu.
Satu di antaranya adalah vonis kasasi Mahkamah Agung (MA) terhadap Gubernur nonaktif Bengkulu Agusrin M Najamuddin. Meski kasasi perkara korupsi itu telah lama diputus, ternyata hingga kini kejaksaan belum juga melaksanakan eksekusi terhadap politisi Partai Demokrat tersebut.
"Benar, (terpidana Agusrin Najamuddin) belum dieksekusi. Tapi saya sudah menyampaikan ke Jampdisus, Kejaksaan Tinggi (Bengkulu) untuk segera mengeksekusinya," kata Jaksa Agung Basrief Arief kepada wartawan di gedung Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Kamis (22/3).
Belum dieksekusinya terpidana Agusrin, ungkap dia, karena kejaksaan belum menerima salinan lengkap putusan kasasi MA. Sedangkan petikan putusan kasasinya baru diterima pada 16 Maret lalu. Kini, dalam proses pelengkapan administrasi untuk segera dieksekusi. "Dalam proses dan petikan putusannya sudah diterima, tapi kami sedang minta salinan lengkap putusannya," kata dia.
Seperti diberitakan, pada awal Januari lalu, MA menjatuhkan vonis bersalah terhadap Gubernur nonaktif Bengkulu Agusrin M Najamuddin, karena diduga melakukan korupsi dana APBD Bengkulu. Ia pun dijatuhi hukuman selama empat tahun penjara, denda Rp 200 juta dan membayar uang pengganti korupsi sebacar Rp 20,16 miliar.
Sebelumnya, Koordinator ICW Emerson Yuntho membeberkan bahwa sebanyak 66 perkara korupsi yang sudah berkekuatan hukum tetap, hingga kini belum dieksekusi. Hal ini tak lepas dari dugaan institusi pengadilan dan kejaksaan terkesan sangat kompromistis dengan para koruptor.
Padahal, kedua lembaga ini merupakan ujung tombang perang melawan korupsi.
Berlarut-larutnya proses eksekusi terhadap koruptor, tidak saja menjadikan vonis bersalah yang diputuskan di tingkat kasasi menjadi kurang bermakna. Tapi juga memberikan preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi, serta memunculkan kesan negatif penegak hukum lemah atau kompromis terhadap koruptor. Hal ini juga berdampak pada putusan peninjauan kembali (PK) MA yang membebaskan para koruptor.(dbs/bie/wmr)
|