JAKARTA, Berita HUKUM - Keberadaan Industri pulp dan kertas menjadi salah satu sektor yang berkontribusi atas kebakaran hutan dan asap di Indonesia. Dalam kabut asap akibat kebakaran hutan di Sumatera Selatan tahun 2014, Walhi Sumatera Selatan menemukan 274 titik api (hotspot) terdapat di wilayah konsesi Asian Pulp and Paper (APP). APP (Sinarmas Group) mempunyai 7 perusahaan perkebunan kayu (HTI) di Sumatera Selatan dengan luas konsesi 792.135 Ha untuk bahan baku industri pulp dan kertas.
Selain masalah kebakaran hutan dan asap, industri pulp dan kertas juga berkontribusi atas terjadinya pencemaran sungai dalam proses produksinya, seperti yang terjadi di Sungai Ciujung, provinsi Banten. Pembuangan limbah cair dan padat ke sungai menjadi penyebab utama pencemaran. Limbah cair PT. Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) Kab. Serang yang berdiri sejak tahun 1992 (Sinarmas Group) berkontribusi paling besar atas tercemarnya Sungai Ciujung.
Kurniawan Sabar menerangkan, “Sungai Ciujung yang melintas di tiga kabupaten; Pandeglang, Serang, dan Lebak telah menjadi penyangga kehidupan masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman, pemanfaatan sungai Ciujung sangat dipengaruhi tidak saja oleh aktifitas keseharian masyarakat. Aktifitas industri di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung telah memberikan dampak signifikan atas perubahan kondisi sungai. Sehingga, sungai Ciujung sebagai harta sosial dan budaya secara perlahan berubah menjadi media pembuangan limbah industri.”
Selaku Manager Kampanye WALHI Eknas, Kurniawan menjelaskan, “Pencemaran sungai Ciujung terungkap dalam dokumen audit lingkungan PT. IKPP. Audit lingkungan ini mencakup kualitas air sungai, tapak fisik pabrik, serta ketidaktaatan terhadap peraturan dan perizinan. Penetapan Audit Lingkungan Hidup Wajib Kegiatan PT.IKPP Serang berdasarkan surat Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) No. B-6585/Dep.I/LH/07/2011 tanggal 21 juli 2011. PT. IKPP memberikan kontribusi beban pencemaran ke sungai Ciujung sebesar 83,92%. Jika pencemaran ini terbukti disengaja, terencana, dan tanpa dasar pertimbangan kuat tentang dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya, maka tindakan PT. IKPP telah mengarah pada kejahatan korporasi (corporate crime)”.
Dalam Laporan Audit Lingkungan Hidup Wajib PT. IKPP, halaman (x) tentang Ketidaktaatan PT. IKPP Serang poin (1) tercantum bahwa “PT. IKPP serang sebagai penghasil limbah cair belum menjaga ekosistem sungai Ciujung yang turun akibat buangan limbah cair dari PT. IKPP Serang yang memberikan kontribusi beban pencemaran sebesar 83,92%.”
Dalam dokumen ini juga dijelaskan, PT. IKPP Serang sudah melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran melalui penggunaan 3 unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Namun, upaya ini belum optimal karena ada persyaratan lain yang belum dilakukan yaitu disediakannya emergency pond. Selain itu, belum ada upaya pemulihan kualitas lingkungan yang dilakukan PT. IKPP Serang.
Menurut Adi, masyarakat DAS Ciujung “air sungai Ciujung sudah tercemar, air sungai menjadi hitam dan mengeluarkan bau busuk menjelang musim kemarau. Masyarakat DAS Ciujung di beberapa tempat seperti Pontang, Tirtayasa, dan Tenara merasakan dampak langsung. Banyak yang akhirnya kesulitan menghidupi keluarga karena mata pencaharian sebagai nelayan, petani, dan petambak sangat terganggu akibat tercemarnya sungai Ciujung. Wajar saja, karena aktivitas mereka sangat bergantung pada sungai Ciujung.”
Keadaan ini menggambarkan bahwa industri sektor hulu dan hilir yang bergerak di bidang pulp dan kertas di Indonesia berkontribusi cukup besar atas kerusakan ekologi dan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Sampai Agustus 2014, belum ada informasi atau laporan resmi kepada masyarakat terkait upaya pemulihan lingkungan oleh PT. IKPP Serang. Meskipun diamanahkan bahwa upaya pemulihan dapat dilakukan bersama Pemerintah Daerah. Upaya pemulihan Sungai Ciujung harus segera dioptimalkan demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.(wlh/bhc/sya) |