JAKARTA, Berita HUKUM - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) hadir menjadi saksi yang meringankan dalam sidang lanjutan dugaan Tindak Pidana Korupsi Penjualan Kondensat bagian negara pada Badan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI), yang menjadikan Raden Priyono dan Djoko Harsono sebagai terdakwa, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada Kamis (14/5).
Dalam persidangan yang berlangsung secara online tersebut, pada intinya JK menerangkan bahwa tujuan rapat terbatas di istana Wapres yang dipimpinnya selaku Wapres RI saat itu adalah untuk menghadapi krisis global pada tahun 2008. Berhubung saham PT TPPI sebanyak 60% itu milik pemerintah yang pada saat itu berhenti dioperasikan, harus kembali dioprasikan.
Caranya diberikan kondensat (minyak mentah) sebagai bahan baku kilang TPPI Agar dapat beroperasi kembali. Dalam rapat terbatas itu, JK juga mengetahui PT TPPI mempunyai hutang kepada Pertamina.
Oleh karena itu saksi mengambil kebijakan dan menginstruksikan agar Kondensat diberikan atau dijual kepada TPPI agar bisa berproduksi lagi. Tujuannya untuk mengefisiensikan belanja negara, mengurangi impor BBM dan dapat mensupply kebutuhan dalam negeri, khusunya di daerah Jawa TImur.
Kebijakan pemerintah tersebut selanjutnya ditindak lanjuti oleh Kementrian ESDM, melalui Dirjen Migas (Evita Legowo) melalui suratnya No. 22613/13/DJM.E/2008 tertanggal 13 Desember 2008. Dan pada tanggal 18 Desember BP Migas memasok Kondensat dalam Negeri untuk kilang TPPI.
Berdasarkan keterangan JK tersebut penasehat hukum mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, Tumpale H Hutabarat mengatakan telah dapat diketahui bahwasanya kliennya Raden Priyono menunjuk TPPI sebagai penjual membeli kondensat tersebut adalah dalam rangka melaksanakan kewajiban hukumnya selaku Kepala BP Migas.
Menurut Tumpal hal itu telah diatur dalam Pasal 15 huruf (d) Peraturan Pemerintah No.42 Tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas RI. Yang menyatakan tugas dan Wewenang Kepala Badan Pelaksana Melaksanakan Kebijakan pemerintah.
"Berarti tindakan Raden Priyono tersebut telah sejalan dengan ketentuan yang ada, dalam melaksanakan kebijakan pemerintah menunjuk TPPl," jelasnya via WhassApp di Jakarta, Jumat (15/5).
Karena sebelumnya kata Tumpal, pemberian kondensat tersebut telah melalui kajian dan rapat-rapat yang dilakukan Deputy Finansial Ekonomi dan Operasi yang dijabat Djoko Harsono. Selain itu telah melalui kajian hukum oleh Divisi Hukum BP Migas, serta melalui rapat-rapat dengan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Negara yang selanjutnya dilakukan setelah adanya persetujuan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui suratnya No. S-85/MK.02/2009 tgl 12 Februari 2009.
Dari keterangan JK tersebut dan fakta-fakta persidangan sebelumnya, menurut Tumpal H Hutabarat telah dapat dibuktikan bahwa tindakan Kepala BP Migas maupun Deputy Financial, Ekonomi dan Operasi BP Migas tersebut, telah sesuai dengan ketentuan yang ada, dan dilakukan dengan itikad baik, tidak ada feed back atau keuntungan yang diperoleh (tidak ada mens rea) dalam melaksanakan kebijakan atau instruksi Wapres tersebut.
"Dalam beberapa kesempatan pak JK juga pernah mengatakan bahwa tidak ada yang salah, yang dilakukan Raden Priyono selaku Kepala BP Migas dalam melaksanakan kebijakan pemerintah degan itikad baik. Karena dengan melaksanakan kebijakan pemerintah dengan itikad baik itu, tidak dapat dipidana," jelasnya.
Sebelumnya, pada saat penyidikan di Bareskrim, menurut Tumpal, JK juga pernah mengatakan Kepala BP Migas hanya melaksanakan kebijakan pemerintah yang diputuskan dalam rapat terbatas kabinet.
"Namun pada saat itu Bareskrim Mabes Polri enggan dan tidak mau meriksa pak JK selaku pemberi instruksi dan kebijakan tersebut," imbuhnya.
Sedangkan mengenai sisa pembayaran kondensat yang dibeli PT TPPI sebesar USD 139 juta itu menurut Tumpal bukan merupakan kerugian negara melainkan merupakan hutang PT TPPI dan merupakan piuatang negara yang masih tercatat di Kementerian Keuangan..
"Hutang itu telah diakui pemerintah dan tercatat sebagai piutang negara jangka panjang. Piutang tersebut ada jaminannya, serta telah ada putusan PKPU PN Pusat. Piutang PT TPPi juga telah dimuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP-LKPP) BPK RI setiap tahun, dan telah dilaporkan ke DPR RI, DPD, serta Presiden RI," tegasnya.
Dengan demikian menurut Tumpal, kasus kondensat BP Migas ini merupakan perkara perdata, dan bukan perkara tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum tersebut.
Kendati demikian, Tumpal H Hutabarat dan tim Penasihat hukum lainnya menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim agar memeriksa dan mengadili perkara Kondesat ini sesuai fakta-fakta yang ada dan sesuai aturan hukum yang berlaku tandasnya.(bh/ams) |