JAKARTA, Berita HUKUM - Ternyata, rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung mengundang penolakan banyak pihak. Salah satunya dari Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI Agus Supriatna. Duh, gawat. Berdasarkan dokumen yang beredar di kalangan wartawan, terkuak adanya surat B/65-09/32/16/Disfaskonau tertanggal 20 Januari 2016.
Dua lembar surat yang diteken KASAU ini, bertajuk Tanggapan atas pemanfaatan BMN (Barang Milik Negara) di Lanud Halim Perdanakusuma untuk pembangunan Kereta Cepat, ditujukan kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Dalam surat ini, Marsekal Agus menyatakan penolakan keras atas rencana pembangunan stasiun kereta cepat (High Speed Train/HST) Jakarta-Bandung asal Cina, serta stasiun LRT (Light Rail Transit) di Komplek Trikora Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Meski lokasi ini direkomendasikan Kementerian Pertahanan kepada Kementerian BUMN.
Alasan penolakan ini, karena Lanud Halim Perdanakusuma sebagai pangkalan militer merupakan obyek vital yang perlu mendapatkan pengamanan khusus. Untuk pelaksanaan tugas dan perannya dalam rangka operasi pertahanan udara dan penerbangan VVIP.
Di mana, didalam Komplek Trikora Lanud Halim Perdanakusuma ini, terdapat 300 unit rumah prajurit, Mesjid, Pura Agung Taman Sari, 3 unit sekolah (SD Angkasa 7, SMPN 80 dan SMU Angkasa), 2 unit Mess Organik serta Kantor dan Laboratorium Psikologi TNI AU.
Alasan lainnya, berdasarkan hasil sosialisasi menunjukkan bahwa seluruh prajurit menolak rencana pembangunan stasiun kereta cepat Jakarta-Bandung dan Stasiun LRT di Komplek Trikora Lanud Halim Perdanakusuma.
Dan, atas munculnya rencana tersebut membuat resah kalangan prajurit TNI AU yang bermukim di Komplek Trikora Lanud Halim Perdanakusuma. Hal ini dikhawatirkan berdampak negatif terhadap pelaksanaan tugasnya.
Selanjutnya, KASAU Agus mengusulkan rencana tersebut dialihkan ke lahan eks Cipinang Melayu yang luasnya 20 hektar. Sementara kebutuhan lahan untuk stasiun kereta cepat dan stasiun LRT hanya 8 hektar.
Sementara, Keterlibatan 4 BUMN dalam mega proyek kereta cepat Jakarta-Bandung senilai Rp 78 triliun, justru mengancam keuangan BUMN itu.
Tak sedang bercanda, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio bahkan menyebut, empat BUMN yang terlibat dalam proyek kereta cepat bakal menghadapi ancaman kesulitas keuangan. Peluang paling apes, bisa bangkrut.
Sekedar informasi saja, empat BUMN yang terlibat dalam pengerjaan kereta cepat Jakarta-Bandung adalah PT Wijaya Karya (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero/KAI), PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga (Persero).
Kekhawatiran Agus bertumpu kepada jumbonya dana proyek yang mencapai Rp 78 triliun. Ke empat BUMN tersebut, diduga tak memiliki dana sebesar itu.
"Coba lihat sekarang, uang Wika (Wijaya Karya) berapa sih, ditotal-total paling hanya Rp 5,5 triliun, apalagi PT KAI. Nah, Jasa Marga kan duitnya terbatas, karena digunakan untuk membangun jalan tol. Demikian pula PTPN VIII, hanya jual lahan saja," papar Agus dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (23/1) lalu.
Masih kata Agus Pambagio, ekuitas konsorsium BUMN yang harus disiapkan, sesuai permintaan perbankan Cina sebagai pemberi pinjaman, sebesar 25% atau Rp 19,5 triliun. Sisanya yang Rp 58,5 triliun adalah pinjaman konsorsium BUMN ke perbankan Cina dalam yuan dan dolar AS.
Sedangkan komposisi saham konsorsium keempat BUMN ini adalah PT Wijaya Karya 38%, PT Jasa Marga 12%, PTPN VIII 25% dan PT KAI 25%.
"Yang namanya utang, ya tetap utang. Harus dicicil utang pokok plus bunganya. Masalahknya, jika sudah jatuh tempo, apakah BUMN itu mampu membayar. Atau jangan-jangan mengandalkan dari jual tiket, lebih kacau lagi itu," terangnya.
Untuk itu, Agus Pambagio mengkhawatirkan keuangan ke-empat BUMN tersebut. Kalau tak bisa melunasi utang tersebut bisa dinyatakan kolapse alias bangkrut. Atau, jangan-jangan, 4 BUMN itu malah jatuh ke tangan Cina.(ipe/inilah/bh/sya)
|