JAKARTA, Berita HUKUM - Pada kesempatan Jumpa Pers di Sekretariat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), di Jalan Diponegoro No. 7 Jakarta, yang diselenggarakan oleh Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB), pakar hukum Adnan Buyung Nasution yang tergabung dalam KKB menilai bahwa RUU Ormas ini berbahaya dan dapat memicu konflik.
Sebagaimana jika menarik benang merah pada persoalan ini, KKB menganggap bahwa kekacauan kerangka hukum dalam kehidupan berserikat dan berkumpul, RUU Ormas pada akhirnya berperan dalam menciptakan kemunduran kualitas demokrasi di Indonesia. Andil sektor masyarakat sipil dalam proses konsolidasi demokrasi semakin terkucilkan, didera oleh kompleksitas aturan dan konflik norma yang ditimbulkan dari RUU Ormas.
Para penggerak KKB yang diantaranya adalah Adnan Buyung Nasution (praktisi hukum), Hendardi (SETARA Institute), Romo Benny Susetyo (KWI), Syamsuddin Haris (LIPI), Meuthia Ganie Rochman (sosiolog UI), dan Riefki Muna (Litbang Muhammadiyah) dan Neta S. Pane, menyerukan adanya pembangkangan secara nasional terhadap RUU Ormas ini.
"Saya setuju mengadakan pembangkangan nasional, jangan kita memberikan kesempatan lagi terhadap otoriter," kata Adnan Buyung Nasution kepada pewarta BeritaHUKUM.com, Minggu (30/6) di Sekretariat YLBHI.
Selain itu menurut Hendardi bahwa jika RUU Ormas disahkan, maka jelas partai-partai akan melakukan hegemoni dan ini mencederai demokrasi. "Partai-partai juga secara otomatis juga ingin melakukan hegemoni. Bukan cuma ditunda lagi (RUU Ormas) tapi harus dilengserkan. Ini mengkhianati rakyat dan mencederai demokrasi," ujar Hendardi menggebu-gebu.
Sementara itu di tempat yang sama, Syamsuddin Haris dari LIPI mengatakan, memang RUU Ormas ini menimbulkan banyak kontroversi dan pertentangan tidak hanya di Indonesia. "Undang-Undang serupa juga ada di Somalia, Ethopia, Bangladesh, Saudi Arabia," jelas Haris.(bhc/mdb) |