JAKARTA, Berita HUKUM - Komite Nasional Pengampunan Pajak (KNPP) merasa Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang baru-baru ini diberlakukan oleh Pemerintahan Joko Widodo, pada Pancasila, yakni sila Kelima yakni Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menurut pandangan Haris Rusly salah seorang anggota KNPP mengatakan, Tax Amnesty harusnya tidak hanya diberikan pada para oknum koruptor, sindikat narkoba, dan orang jahat yang tidak perlu menjalankan kewajiban pajak dan diampuni oleh pemerintah.
"Maka orang baik yang taat, para pembayar pajak yang taat harus mendapat perlakuan yang lebih istimewa," ungkap Aktivis Petisi 98, yang merupakan pemrakarsa KNPP saat bincang-bincang terkait 'Pengampunan Pajak Untuk Semua' di bilangan kafe, Cikini Raya, Taman Ismail Marzuki Jakarta Pusat. Selasa (2/8).
"Kita mestinya juga sosialisasikan bagi buruh, para pelaku usaha UKM, prajurit TNI/Polri, golongan rendah, dan masyarakat ekonomi lemah lainnya mengingat nilai pengampunan pajak yang akan diberikan oleh pemerintah sangat besar. Selain itu juga pada sektor publik seperti pengampunan pajak listrik, pajak bahan bakar minyak (BBM), pajak sektor transportasi, dan pajak telekomunikasi," jelasnya.
"Kami serukan pula para orang kecil dan bersama-sama nantinya mendatangi ke kantor pajak dan mendatarkan guna diampuni. Minimal di'putih'kan pajak kita, setidak-tidaknya pemberlakuan TA ini adalah bagian menciptakan kepercayaan pasar," sambungnya menambahkan.
Soalnya, sektor yang dipilih terkait kebutuhan pokok (seperti beras). Sektor yang dipilih ini mestinya disesuaikan dengan kontek Tax Amnesty yang diharapkan stimulusnya berimbas bagi masyarakat, "bahkan kelompok masyarakat yang berpotensi, mestinya bisa mendapatkan fasilitas TA. Yang mana baik juga UKM dan lain sepertinya, karena UKM merupakan penopang ekonomi kita, dimana secara kisaran 70% ada di negara kita," cetus Haris Rusly.
Sementara itu, Gigih Guntoro mengatakan bahwa seakan ada indikasi persengkongkolan jahat di dalam penyusunan itu."Dimana sekarang nantinya target Tax Amnesty 165 Triliun apakah mungkin?. Kami merasa ada sikap pesimisme target perolehan 165 triliun ini. Seperti faktor hambatan dari pihak luar (khususnya singapura)," ucapnya.
"Nampak makanya beberapa waktu yang lalu dan saat ini Presiden RI Joko Widodo berupaya melakukan upaya promosi secara terbuka, baik di Surabaya maupun di Kemayoran," tutur Gigih.
Sedangkan, menurut Salamuddin Daeng, Kepala pusat kajian ilmu politik Universitas Bung Karno yang juga merupakan anggota Komite Nasional Pengampunan Pajak (KNPP) mengatakan, kalau ini nampak sarat bila Pemerintah akan mengampuni para oknum pengemplang pajak, koruptor.
"Karena bila dilihat di dalam bab 3 UU TA itu termaktub, yang dijadikan subjek. Semua WP (Wajib Pajak) bisa memperoleh pengampunan pajak, yang mana kita bahas TA ini, dimana 165 triliun dibagi 2%, jadi nilainya bisa mencapai 8.000 triliun," tuturnya.
Kondisinya sejumlah perusahaan besar, dimana tidak sanggup bayar, para WP dan memiliki pekerja banyak. Maka itu, dibebaskan untuk WP agar perusahaannya dapat bergerak. "Tax Amnesti memang untuk stimulus, agar dapat berkembang. Seperti diungkapkan oleh pihak IMF, World Bank dan lembaga lain. Dimana kebijakan ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Indonesia," ungkapnya.
"Saat ini terjadi inflasi yang begitu tinggi, daya beli masyarakat jatuh. Anomali ekstrim ini berimbas pada komoditi lain, dimana menurunnya harga minyak, batu bara, dan nampak cukup ekstrim. Tax Amesti yang sudah dipikirkan semenjak tahun 2003, mestinya harus dilihat dalam semua lini agar bisa terus bergerak. Hingga untuk menghadapi ekonomi negara yang kian memburuk ini, " jelasnya.
"Maka itu, KNPP akan laporkan ke KPK ada indikasi dalam penyusunan UU TA dan penyiapan UU yang disahkan dalam sehari saat bulan puasa kemarin. Jadi dalam minggu ini, atau minggu depan akan menyuarakan terkait suap menyuap dalam penyusunan UU TA itu," pungkasnya.(bh/mnd) |