Oleh: Kent Yusriansyah
Memahami kasus konflik pertanahan yang terjadi antara Warga dan PT Hevea Indonesia, ada setidaknya ada fakta yang cukup kuat terkait soal tuntutan petani di 3 Desa Kecamatan Nanggung, Bogor agar Bupati Bogor dan BPN tidak memperpanjang HGU PT Hevea Indonesia.
Fakta pertama, sudah 20 tahun lebih lahan HGU yang sudah ditelantarkan pihak perusahaan itu digarap oleh warga dan menghasilkan nilai ekonomis secara signifikan, artinya ini menjadi syarat yang cukup kuat sebagaimana diatur UUPA 5 1960 dan skema pengajuan rakyat atas Tanah terlantar sebagaimana yang tertuang dalam PP 11 Tahun 2010 tentang Tanah Terlantar.
Fakta kedua, terkait diatas lahan HGU yang ditelantarkan oleh PT Hevea Indonesia selama 20 tahun, disana berdiri fasilitas sosial dan fasilitas umum berupa; Sekolahan, Masjid dan lainnya. Tentu saja ini adalah bukti serius petani dalam menjaga keberlanjutan kehidupan sosial di 3 Desa itu.
Fakta ketiga; setelah lahan HGU yang diterlantarkan oleh PT Hevea Indonesia selama 20 tahun dan digarap oleh petani. Justru pihak perusahaan ingin kembali mengusir petani yang secara waktu dan biaya sudah banyak dikeluarkan untuk mengelola menjadi lahan produktif rakyat. Ini adalah sikap yang tidak logis dari perusahaan yang jelas mengabaikan upaya rakyat dalam menggelola tanah terlantar.
Tentu saja, disini para pihak khususnya Bupati dan BPN tidak boleh abai terhadap tuntutan kongkrit dari para petani penggarap di 3 Desa tersebut, jika Bupati tetap abai dan memberikan rekomendasi perpanjangan HGU yang kemudian disahkan oleh BPN maka hakikatnya Bupati dan BPN, menjelma sebagai wakil perusahaan daripada pemimpin rakyat yang jelas-jelas butuh tanah untuk memastikan kehidupanya tetap berjalan.
Konsorsium Pembaruan Agraria menilai, SK Menteri Dalam Negeri Nomor: 29/HGU/DA/88 untuk HGU PT Hevea Indonesia (PT Hevindo) seluas 1200 hektar yang tersebar di tiga Desa Nanggung, Desa Cisarua, dan Desa Curugbitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, justru tidak operasional karena 20 tahun ditelantarkan.
Sehingga sangat relevan 3 tuntutan petani penggarap(Menolak perpanjangan HGU PT Hevea Indonesia, Cabut 2 Surat Bupati Bogor (Nomor 525/476-Dishutan/2011 dan Nomor 593.4/477-Dishutan/2011) dan Stop kriminalisasi petani serta berikan tanah untuk petani pengarap di tiga desa tersebut adalah tepat adanya dan layak didukung.(ky) |