JAKARTA, Berita HUKUM - Komisi Pemberantasan Korupsi mengakui ada resistensi dari Polri terkait penyidikan kasus korupsi pengadaan alat simulasi berkendara di Korps Lalu Lintas. Namun, KPK akhirnya dapat memeriksa mantan Wakil Kepala Korlantas Brigjen (Pol) Didik Purnomo di tahanan Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP, Senin (24/9) di Jakarta, mengatakan, KPK memeriksa Didik sebagai saksi untuk tersangka mantan Kepala Korlantas Inspektur Jenderal Djoko Susilo. KPK juga memeriksa Ajun Komisaris Teddy Rusmawan dan Komisaris Legiman. Keduanya juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Djoko.
Menurut Johan, pekan lalu penyidik KPK sebenarnya hendak memeriksa ketiganya, tetapi terkendala persyaratan administrasi. Baik Didik, Teddy, maupun Legiman ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri dalam kasus sama dan ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Khusus untuk Didik, sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri, dia juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama dengan Djoko dan dua rekanan dalam pengadaan alat simulasi tersebut, yakni Budi Susanto dan Sukotjo Bambang.
Meskipun ditetapkan sebagai tersangka terlebih dulu oleh KPK, Didik, Budi, dan Sukotjo juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri. Kini persoalan penetapan tiga tersangka yang sama oleh KPK dan Polri belum dapat diselesaikan.
Terkait alotnya penyelesaian sengkarut penanganan kasus ini, diakui KPK, disebabkan adanya resistensi dari Polri. Diduga resistensi itu muncul karena adanya dokumen yang menyebutkan Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo sebagai pengguna anggaran dalam pengadaan alat simulasi berkendara tersebut.
"Mungkin ada kekhawatiran karena dalam menetapkan tersangka kasus ini, KPK menyatakan tersangkanya adalah Djoko Susilo dan kawan-kawan. Dan kawan - kawan ini kan bisa siapa saja. Kalau KPK menyidik kasus ini kan bisa menjerat siapa saja yang terbukti terlibat", kata seorang pejabat KPK.
KPK memang mengantongi dokumen tertanggal 8 April 2011 yang ditandatangani Kapolri selaku pengguna anggaran dalam pengadaan alat simulasi berkendara. Dalam dokumen itu antara lain ditulis, keputusan Kapolri tentang pemenang lelang pengadaan simulator berkendara di Korlantas, yakni PT Citra Mandiri Metalindo Abadi dengan nilai kontrak Rp 142 miliar.
Namun, Johan mengatakan, sampai saat ini tidak ada rencana KPK memeriksa Kapolri dalam penyidikan kasus korupsi pengadaan simulator. "Tidak ada rencana KPK memeriksa Kapolri", kata Johan.
Secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar, Senin di Jakarta, mengatakan, mengenai surat yang ditandatangani Kapolri, secara prosedur, pengadaan barang di atas Rp 100 miliar memang harus diketahui dan disetujui Kapolri sebagai pengguna anggaran Polri. Setelah disetujui, proses pengadaan barang dan jasa dilakukan oleh kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen, dan panitia lelang.(kmp/bhc/rby)
|