JAKARTA, Berita HUKUM - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan bakal terus menelisik sejumlah pertemuan anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dengan pihak Kepolisian RI menyangkut pembahasan anggaran simulator kemudi. Beberapa pertemuan itu diduga bagian dari kongkalingkong untuk memuluskan anggaran proyek tersebut.
“Penyidik akan terus mengembangkan informasi itu untuk menemukan kebenaran materiilnya,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, Selasa (12/3).
Sebelumnya, Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan, Kepala Primer Koperasi Polri yang juga Kepala Panitia Pengadaan Simulator Kemudi, mengungkapkan adanya pertemuan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo dengan beberapa anggota Komisi Hukum DPR. Keterangan Teddy ini disampaikan ke KPK ketika diperiksa sebagai saksi untuk Djoko. Djoko adalah tersangka kasus ini.
Salah satu pertemuan tersebut berlangsung di Restoran Basara pada awal 2010. Kala itu Teddy datang mendampingi Djoko. Teddy menyebutkan, pertemuan tersebut membahas anggaran kepolisian, termasuk simulator kemudi.
Sebagai tindak lanjut pertemuan itu, menurut sumber, pada akhir 2010, Teddy menyerahkan Rp 4 miliar kepada M. Nazaruddin sebagai jatah untuk politikus Partai Demokrat. Untuk politikus PDI Perjuangan, Teddy mengatakan, paket Rp 2 miliar diberikan kepada Herman Herry, anggota Dewan dari partai itu. Dikemas dalam kardus air kemasan, paket sekitar Rp 4 miliar juga diserahkan kepada Aziz Syamsuddin melalui ajudannya.
Kepada KPK, Teddy mengaku, sebelum penyerahan duit, dia sempat bertemu dengan Aziz dan Bambang di Kafe De Luca. Atas permintaan Aziz pula uang itu dipindahkan ke Mercy S-Class, yang ditumpangi Aziz dan Bambang.
Nazar dan Herman Herry membantah hadir di Basara. Adapun Bambang mengaku berada di sana dan datang karena diajak Aziz. Dalam pertemuan itu, kata Bambang, Djoko mencurahkan kekhawatirannya soal nasib Undang-Undang Lalu Lintas. Ia juga membantah telah menerima duit dari proyek tersebut.
“Intinya DS menyampaikan kekhawatirannya Kementerian Perhubungan akan mengajukan kembali usulan perubahan (RUU) Lalu Lintas yang belum lama ini (2009) sudah diketuk palu DPR,” katanya, seperti yang dikutip dari tempo.co, pada Selasa (12/3).
Saat itu, lanjut dia, Djoko menjelaskan dalam prakteknya banyak benturan yang terjadi dengan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terkait beleid itu. Namun, Aziz kemudian menjelaskan bahwa undang-undang itu bukan kewenangan mereka. “Undang-Undang Lalu Lintas itu domainnya Komisi V (Perhubungan) dan bukan domain Komisi III (Hukum),” kata dia.
Menurut Bambang, usai mendengar penjelasan itu pertemuan selesai. Dalam perbincangan itu, dia sendiri tak memberikan pendapat. Sebab, sebagai anggota Dewan yang baru dilantik sekitar tiga bulan, dia tak mengerti mekanisme pengajuan undang-undang.
“Saya diam karena sebagai anggota DPR yang baru dilantik 1 Oktober 2009, belum banyak paham soal mekanisme pengajuan, pembuatan dan pembahasan sebuah undang-undang,” kata dia.
Djoko, yang kini menjadi tersangka kasus dugaan korupsi simulator SIM, disebut-sebut melobi anggota DPR untuk memuluskan disetujuinya anggaran untuk alat ujian mendapatkan SIM itu.(tmp/bhc/sya) |