JAKARTA, Berita HUKUM - Undang-undang mengamanatkan alokasi dana pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Besarnya dana ini yang menjadi alasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut serta dalam melakukan pengawasan bersama enam kementerian dan lembaga lain, demi mewujudkan keadilan dalam dunia pendidikan yang berintegritas dan bebas dari korupsi.
Enam institusi yang terlibat antara lain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Karena itu, menindaklanjuti hasil rekomendasi atas kajian KPK sebelumnya di sektor ini, telah disepakati sejumlah rencana aksi bersama untuk berbagi peran dan tugas. Aksi bersama ini, telah dilakukan sejak 2014 dengan sejumlah pencapaian. Dan pada 2016, KPK bersama enam institusi lainnya, kembali melakukan evaluasi untuk menyusun aksi bersama tahun ini.
Dalam rapat dipimpin Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan pada Rabu (20/1) di Gedung KPK Jakarta, kegiatan ini merupakan salah satu langkah strategis dalam upaya pencagahan korupsi di sektor pendidikan.
"Merasa bahwa alokasi anggaran pendidikan di Indonesia sudah ditetapkan dan merupakan bagian signifikan, karena mencakup instansi daerah. Oleh karena itu diputuskan (kembali) membuat aksi bersama terkait dengan pengelolaan dana pendidikan," ujar Pahala.
Pahala mengatakan, memang dalam aksi bersama sebelumnya, masih terdapat beberapa kendala dan kekurangan. Karenanya, bagi KPK, kegiatan ini menjadi penting untuk mengevaluasi sekaligus meningkatkan kesadaran peran pengawasan dana pendidikan dari masing-masing institusi dan daerah. "Dari sini, kita juga saling berkoordinasi untuk mengetahui permasalahan sehingga bisa dicarikan jalan keluarnya," katanya.
Dalam rapat itu, masing-masing institusi juga memaparkan hasil capaian selama 2015 dalam upaya pencegahan tersebut. Salah satu paparan disampaikan oleh Irjen Kemendikbud Daryanto. Menurutnya, Kemendikbud telah melakukan berbagai kegiatan pencegahan dalam pengelolaan dana pendidikan tersebut meskipun masih banyak permasalahan yang terjadi.
"Dari 400 triliun rupiah anggaran yang disediakan, ditransfer ke daerah 60 persen, PMK telah disosialisasikan dengan baik. Kita harus menyatukan persepsi, kami mohon bantuan mungkin secara teknis, kerjasama untuk bisa membantu sosialisasi (pencegahan) di (titik-titik) yang masih bermasalah," ujar Daryanto.
Tindak lanjut itu membuahkan hasil. Lebih lanjut, salah satu peneliti Direktorat Litbang KPK Niken Ariati menjelaskan, sejumlah capaian dari kegiatan aksi bersama pencegahan korupsi dana pendidikan ini, di antaranya telah diterbitkannya pedoman monev/audit TPG oleh BPKP, SE Mendagri No. 700/5366/SJ tanggal 16 September 2015 tentang Pengawasan Dana Pendidikan.
"Surat itu meminta para kepala daerah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana pendidikan, serta pelaksanaan peningkatan kompetensi audit para APIP daerah di beberapa daerah percontohan," kata Niken.
Daerah percontohan yang dimaksud, antara lain, Kota Yogyakarta, Kab. Gunungkidul, Kota Kupang, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Malang dan Kota Bengkulu. Di sana, KPK bersama enam kementerian/lembaga bersinergi dalam mewujudkan Daerah Cerdas Berintegritas, dengan menggelar sejumlah kegiatan, seperti deklarasi aksi, workshop aparatur, workshop pembelajaran antikorupsi, workshop tata kelola sekolah dan pengenalan Program Pengendalian Gratifikasi (PPG) serta pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG).
Rencananya, di tahun 2016 ini, aksi pencegahan bersama akan memodifikasi pendekatan pelaksanaan kegiatan melalui dua hal. Pertama, pelaksanaan kajian sektor pendidikan oleh KPK untuk memetakan permasalahan secara lebih detail dan pemberian rekomendasi yang lebih efektif dan komprehensif. Kedua, memperkuat koordinasi "Tim 7" dari kementerian/lembaga yang sudah ada dan terbangun untuk melakukan akselerasi dalam melaksanakan rekomendasi dan rencana aksi.(kpk/bh/sya) |