JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo kembali tak mau disalahkan dan dituding pihaknya kecolongan terkait aksi teroris bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, Jawa Tengah, Minggu (25/9) lalu. Alasannya, ia sudah memiliki informasi dari intelijen yang langsung ditindaklanjuti dengan mengambil langkah pengamanan.
Upaya yang dilakukan pihaknya itu adalah dengan menempatkan dua anggota polisi dengan melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang memasuki area gereja. Hingga tahap pelaksanaan ibadah, gereja dalam kondisi aman. Namun, peristiwa itu terjadi setelah ibadah. “Pengamanan sudah kami lakukan, tapi peristiwa justru terjadi usai ibadah,” kata Timur Pradopo di gedung DPR, Jakarta, Rabu (28/9).
Namun, lanjut dia, peristiwa ini akan menjadi bahan evaluasi bagi aparat keamanan. Apalagi h konstruksi bangunan tidak ada pintu khusus untuk masuk dan keluar. Selain itu, informasi intelijen juga masih belum pasti sehingga harus dilihat langsung ke lapangan, karena informasi intelijen bersifat peringatan dini.
"Teror bom Solo, informasi intel harus didalami faktanya seperti apa di lapangan. Tidak hanya gereja di Solo yang akan diawasi, semua gereja juga akan diawasi secara seksama. Info intel tak harus pasti, itu peringatan. Kami melakukan mendalami aktualisasinya di lapangan itu seperti apa," jelasnya.
Pernyataan Kapolri ini terkait dengan pernyataan Presiden SBY sebelumnya. SBY meminta investigasi internal di jajaran kepolisian dan intelijen. Investigasi tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah kinerja aparat polisi dan intelijen sudah sesuai harapan. Kepala BIN Sutanto pun menyatakan, intelijen sudah mendeteksi ancaman teroris dan menyampaikannya kepada aparat kepolisian.
Sementara itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Pol. Anton Bachrul Alam mengatakan, pihaknya selalu menindaklanjuti setiap informasi yang masuk dari BIN tentang aksi teror bom. Apalagi informasi yang berkaitan dengan keamanan masyarakat. Tapi pihaknya meminta masyarakat untuk proaktif memberikan informasi bila ada informasi tentang ancaman aksi teror bom.
"Kami minta pada masyarakat, kalau ada informasi sekecil apa pun, kalau ada yang dicurigai, segera lapor polisi. Nanti kami akan ambil tindakan. Untuk hal ini, sebenarnya kami lebih banyak mendapat informasi dari BIN dan selalu intens berkoordinasi,” jelasnya.
Anton juga mengungkapkan, ada faktor kesamaan mengenai pelaku teroris bom Solo dan Cirebon. Begitu pula dengan fisik bom. Bom Solo dan Cirebon sama-sama terdiri dari sejumlah pipa yang dirangkai menjadi satu. Hal ini sama seperti yang digunakan M Syarif, saat mengebom Masjid Adz Dzikra di Mapolresta Cirebon pada April lalu. "Bom Solo adalah bom cangklongan yang terdiri dari beberapa pipa tipis-tipis," ujarnya.
Sedangkan rangkaian bom yang ditemukan di Ambon, Maluku, lanjut dia, memiliki fisik berbeda. Bom di Mabon berdiameter 4 centimeter dengan panjang 10 centimeter. Sedangkan Bom Solo dan Cirebon lebih kecil dan pipanya tipis. “Ambon hingga kini masih siaga satu dan belum berubah statusnya,” jelas dia.(mic/bie)
|