Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
Pemilu 2014
Kegalauan Pemilih Pemula Jelang Pemilu 2014
Tuesday 08 Apr 2014 20:18:10
 

Kamaruddin Hasan Dosen Ilmu Komunikasi, Fisip, Unimal Aceh, juga sebagai Ketua Development for Research and Empowerment (DeRE-Indonesia).(Foto: Istimewa)
 
Oleh: Kamaruddin Hasan
Dosen Ilmu Komunikasi, Fisip, Unimal Aceh

JELANG PEMILU Legeslatif maupun Pilpres 2014 di berbagai daerah banyak diadakan kajian dan diskusi dengan mengusung tema-tema khusus bagi pemilih pemula (Mahasiswa, pelajar, santri dan pemuda, red). Saya coba rekam beragam pendapat dari kalangan pemilih pemula tersebut. Diantara kajian atau disuksi; dalamTalkshow Pemilu 2014 di RRI dalam bulan Maret 2014, juga beberapa kali mengangkat dan melibatkan pemilih pemula.

Kemudian selama bulan Januari 2014 direncana sampai akhir April 2014, Developing Research and Empowerment (DeRE-Indonesia) melalui Atjeh Analyst Club (A2C) juga menggelar kajian mingguan dengan tema umum Proses Demokrasi Jelang Pemilu 2014 dan beberapa kali mengambil sub-tema tentang pemilih pemula. Dari kawan-kawan Relawan Demokrasi yang sering roadshow ke sekolah-sekolah dan pesantren.

Pendapat, analisa dan argumentasi tentang Pemilu 2014 juga saya dapatkan dari mahasiswa di ruang kelas, terutama dalam analisa praktek matakuliah Komunikasi Politik dan Managemen Kampanye. Dalam seminar dan dialog, dan bahkan data juga diperoleh dari diskusi-diskusi informal di warung kopi. Lainnya tentu saja, dari realitas lapangan, sumber media konvensional maupun media baru (new media, red).

Menarik memang, bagi kalangan pemilih pemula, alih-alih antusias berpartisipasi dalam Pemilihan Umum 2014, mereka banyak belum tahu, apa itu pemilu, tujuannya, apa saja partai politik peserta pemilu, bahkan ada yang belum tau kapan pemilu digelar, apalagi calon legislatif atau calon presiden yang akan dipilih. Misalnya komentar-komentar yang dapat saya simpulkan dari kalangan pelajar, mahasiswa juga pemuda yang baru pemilu ini memiliki hak pilih, “ini pertama kali, pastinya saya akan menggunakan hak pilih,! saya juga tau itu adalah hak setiap warga negara. Tapi, (sambil senyum-senyum)..belum tahu siapa yang mau dipilih, banyak sekali, selain itu saya dan kawan-kawan saya sebenarnya masih kurang memahami tujuan dari pemilu ”.

Mereka rata-rata mengaku belum memiliki gambaran yang jelas ketika berada di dalam bilik suara, dengan kertas suara para caleg maupun capres, untuk menentukan pilihan.

Saya kira apa yang dirasakan oleh pelajar, mahasiswa dan pemuda ini, besar kemungkinan juga dirasakan oleh jutaan pemilih pemula lainnya. Diperlukan sosialisasi berkualitas yang mencakup substansi penting dalam pemilu untuk mencerdaskan pemilih pemula. Tentu saja, bukan sekedar pengetahuan cara mencoblos, tetapi mesti dipandu untuk memilih caleg dan capres berkualitas. Mereka pada dasarnya sangat membutuhkan informasi terkait partai politik, calon legislatif, calon presiden dan semua hal yang berkaitan dengan pemilu 2014.

Mereka mesti diarahkan tidak sekedar cerdas memilih, tapi juga cerdas berdemokrasi dengan pemahaman tentang aspek-aspek yang menyangkut hak kewarganegaraan. Dalam hal ini diperlukan kesadaran kritis untuk pemilih pemula bagi terwujudnya pencarian kualitas pemimpin politik untuk lima tahun ke depan. Kesuksesan pemilu dapat diukur dari terpilihnya anggota legislatif yang berkualitas. Cerdas berdemokrasi apabila dia paham tentang mengapa dirinya harus ikut berdemokrasi dan berpartisipasi dalam pemilu.

Pemilih pemula mesti memperoleh pendidikan pemilu yang benar dan tepat sehingga dapat mengubah kebiasaan partai politik. Misalnya, menolak mobilisasi massa yang masih menjadi kebiasaan parpol dalam berkampanye atau menjaring massa, kebiasaan memberikan uang dengan imbalan suara pemilih. Pemilih, dapat menolak pemberian uang tersebut, dengan penolakan terhadap parpol yang bersangkutan. Kalau tidak, selama ini selalu menempatkan pemilih pemula sebagai pelaku atau korban kekerasan dalam pemilu dan kampanye. Pendidikan bagi pemilih pemula diarahkan untuk mempertajam daya kritis pemilih.

Mengingat, sifat kritis akan mendorong pemilih untuk berpikir matang dalam menjatuhkan pilihan mereka. Pemilih yang kritis juga akan menentukan pilihan mereka bukan dengan pertimbangan emosional. Hamdi Muluk, pengamat psikologi politik menyebutkan karateristik pemilih muda adalah orang yang kritis, idealis, namun terkadang pemikiran atau keinginan yang mereka harapkan tidak realistis.

Kenali dunia Pemilih Pemula

Metode komunikasi satu arah, dipandang kurang efektif dikalangan pemilih pemula, namun merancang metode penyampaian informasi dengan berdiskusi dan berdialog kepada para pemilih pemula akan lebih efektif. Kedekatan pemilih pemula dengan dunia internet, dapat menjadi peluang untuk mengarahkan mereka agar mencari tahu rekam jejak partai maupun caleg, capres melalui internet.

Dialog timbal balik antara pemilih pemula dengan stakeholders sebaiknya dilakukan dialog dua arah, sehingga pemilih pemula dapat menggali banyak informasi tentang pemilu yang belum mereka ketahui secara jelas. Dengan berinovasi dalam menyampaikan informasi terkait pemilu kepada pemilih pemula sangatlah penting. Misalnya, dengan menyelenggarakan aktivitas yang dekat dengan mereka, seperti pergelaran musik, budaya, hiburan, olah raga, kesenian dan sejenisnya.

Apalagi, masalah bagi kalangan pemilih Pemula ini yang sedang diterpa gaya hidup hedonis, sehingga dibutuhkan strategi komunikasi yang tepat, diharapkan tidak terjebak secara terus menerus dalam rutinitas hedonistik. Berbagai kalangan yang menganggap para pemilih pemula secara psikologis merupakan orang independen, anti-kemapanan, anti status-quo dan pro perubahan adalah pendapat yang kurang tepat didalam konteks ekonomi politik Kapitalisme sekarang ini. Didalam kerangka relasi produksi dari kapitalisme, mereka ini dipermainkan hasrat demi terciptanya proses akumulasi kapital. Merujuk ungkapan dari Zizek, proses tersebut disebut sebagai “the spirit of capitalism”, yang telah membuat terjebaknya para pemilih pemula didalam sangkar konsumerisme dan gaya hidup hedonis, sehingga menumbuhkan sikap skeptis, apatis dan tidak ingin tahu menahu.

Yang terjadi adalah kecenderungannya para pemilih pemula akan lebih bersifat kritis ketika di dunia maya (internet, red) dengan akun jejaring sosialnya dan mereka cenderung takut untuk bersentuhan dengan masalah-masalah didunia nyata apalagi masalah politik. Kekritisan dari para pemilih pemula didalam media jejaring sosial tersebut, tidak dapat dipungkiri cenderung bersifat responsif, karena dipengaruhi oleh arus media mainstream yang rentan dengan problematika politik pencitraan. Sehingga ketika mereka disuguhi berbagai realita-realita kebusukan pemerintahan yang disiarkan secara boombastis oleh media masa, membuat semakin tumbuhnya sikap skeptis, apatis bahkan apolitisme. Kalau hal ini, dibiarkan membuat kecenderungan golput dilingkaran para pemilih pemula ini menjadi sangat tinggi.

Padahal, kalau kita merujuk data yang dikeluarkan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum), jumlah pemilih pemula pada pemilu 2014 cukup besar, berkisar 20 – 30 persen dari total 186.612.255 masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih di pemilu 2014. Se¬banyak 34-37 juta jiwa adalah pemilih pemula, jumlah ini sangat banyak bahkan dapat meme¬nangkan sebuah partai politik secara total pada partai yang yang mampu merangkul mereka. Dengan jumlah yang besar tersebut membuat para pemilih pemula harus dilindungi agar tak terjerat dalam dilematika politik pencitraan, politik transaksional serta apolitisme. Mesti diakui, mereka inilah para pemegang tongkat estafet bangsa dan negara ini nantinya.

Munculnya sikap skeptif, apatis bahkan apolitis dikalangan pemilih pemula, berdasarkan kesimpulan lembaga-lembaga penelitian dan survei akhir-akhir ini disebabkan berba¬gai hal. Misalnya, karena pemilih merasa tidak ada manfaat yang nyata meski pemilu itu telah diadakan berkali-kali. Sikap-sikap parlemen yang cen¬derung diberitakan sebagai lembaga yang belum ber¬pihak pada rakyat, terbong¬karnya praktik-praktik kecurangan dan sikap koruptis di mana-mana, hal itu mem¬pe¬ngaruhi sikap calon pemilih tahun 2014.

Partai politik yang mem¬punyai tugas sebagai pence¬¬rahan terhadap rakyat dengan fungsinya sebagai motor pendidikan politik, komunikasi politik, agregasi kepentingan, dan artikulasi kepentingan belum berjalan sebagaimana seharusnya. Rekrutmen politik be¬lum berjalan normal, dimana masih banyak orang-orang yang “men¬dadak politikus”, politikus yang “loncat pagar” setiap periode pemilu, atau trend kalau kalah dalam ajang pencarian pengurus partai, mendirikan partai baru.

Disisi lain, rekrutmen ang¬gota partai yang tidak berjalan alamiah, maka banyak sekali pemilih pemula tidak mengenal calon-calon yang akan dipilihnya. Ketidaktahuan itu kadang dimanfaatkan untuk me¬milih calon-calon yang mampu melakukan pen¬citraan, bersosialisasi diri melalui gambar dan visua¬lisasi di jejaring sosial. Padahal mereka belum tentu mempunyai kapa¬bilitas sebagai seorang politikus yang akan me¬ngemban amanat rakyat. Para caleg dan capres dengan me¬nampilkan pen¬citraan yang baik di kala¬ngan pemilih pemula, dan dominan pemilih pemula belum mengenal betul siapa yang akan mereka pilih, hal ini menyebabkan terpilihnya caleg-caleg yang kurang berkualitas

Menentukan Pilihan

Pemilih pemula, dengan informasi dan pengetahuan yang memadai dapat menentukan pilihan terhadap calon dan partai. Hal ini penting, untuk mengurangi resiko, sebab sangat mungkin terpilih calon-calon dengan latar belakang riwayat hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Sekali lagi, kecermatan dan kecerdasan pemilih dituntut untuk menilai riwayat hidup calon tersebut. Dalam beberapa kasus, seringkali para calon membuat riwayat hidupnya sedemikian lengkap dan bagus. Dalam hal inilah diperlukan kecermatan dan kecerdasan pemilih untuk menilai riwayat hidup tersebut, melalui berbagai cara yang dimungkinkan.

Setelah para pemilih memiliki informasi yang cukup mengenai visi, misi dan program partai politik dan calon, serta memperoleh data mengenai riwayat hidup calon, para pemilih dapat saja mendiskusikan informasi dan data itu dengan teman-teman sejawat, sehingga informasi dan data itu dapat diperkaya dan menjadi dasar yang kuat bagi pemilih dalam menentukan pilihan.

Selain itu, dalam menentukan pilihan, pemilih mesti rasional, apakah calon yang akan dipilih benar-benar menawarkan program yang sesuai dengan kebutuhan pemilih dan secara personal calon merupakan sosok yang betul-betul dapat dipercaya merealisasikan program tersebut. Komunikasi dengan calon merupakan faktor yang sangat menentukan pilihan. Komunikasi tersebut dapat dibangun dengan berbagai media.

Hampir semua calon menggunakan teknologi informasi dalam melakukan komunikasi dengan pemilih. Fasilitas ini dapat dioptimalkan oleh pemilih untuk menjalin komunikasi dengan calon, berkaitan dengan visi, misi, program maupun hal-hal lainnya tentang calon.

Selain itu Pemilih pemula juga mesti memahami moralitas, kapasitas, integritas, kualitas, juga profesionalismen sebelum menjatuhkan pilihan. Bukan menjadi pemilih yang Pragmatis. Untuk mewujudkan kualitas Pemilu, pemilih mesti jujur menilai segala yang perlu dinilai. Pemilih dan suaranya tidak boleh terbeli oleh popularitas, uang, serta berbagai manipulasi politik lainnya. Dan yang penting juga adalah pemilih harus ikut mengawasi berlangsungnya proses Pemilu.

Sehingga saya kira, untuk mendorong nalar kritis dan cerdas demokrasi bagi pemilih pemula bahkan bagi rakyat, diperlukan keterlibat pegiat-pegiat demokrasi/civil society secara aktif. aktivisme gerakan civil society atau perguruan tinggi, media massa, LSM, ormas, lembaga keagamaan/adat, Ulama, aktifis, kelompok kajian, parpol dan lain-lain sebagai pusat pendidikan untuk melakukan edukasi, tentang pentingnya politik dan bagaimana menentukan pillihan serta bersikap didalam pemilu.

Mendorong kalangan ini untuk menjadi kritis serta melek politik artinya akan membawa demokrasi ini akan menjadi semakin lebih baik, tidak lagi dikuasai oleh segelintir elit dan sehingga membuat iklim demokrasi dan rakyat benar-benar menjadi panglima didalam sistem demokrasi.

Dengan edukasi kritis akan melahirkan komunitas pemilih kritis, bayangkan jika di setiap, Gampong, kecamatan/distrik, kabupaten dan provinsi terbentuk komunitas-komunitas pemilih pemula yang kritis, hal ini bisa saja di pelopori oleh Relawan Demokrasi yang sudah ada. Maka akan timbul rasa kesatuan untuk membangun bangsa negara ini yang lebih beradab dan berkeadilan. Jika hal ini berjalan secara holistik dan sustainable, maka harapan menjadikan pemilih pemula sebagai aktor aktif, penggerak, dan stimulator bagi terpilihnya pemimpin amanah akan menjadi kenyataan bukan hanya utopiah. Semoga...(kk/bhc/sya)

*Email: kamaruddinkuya76@gmail.com



 
   Berita Terkait > Pemilu 2014
 
  Sah, Jokowi – JK Jadi Presiden dan Wakil Presiden RI 2014-2019
  3 MURI akan Diserahkan pada Acara Pelantikan Presiden Terpilih Jokowi
  Wacana Penghapusan Kementerian Agama: Lawan!
  NCID: Banyak Langgar Janji Kampanye, Elektabilitas Jokowi-JK Diprediksi Tinggal 20%
  Tenggat Pendaftaran Perkara 3 Hari, UU Pilpres Digugat
 
ads1

  Berita Utama
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

 

ads2

  Berita Terkini
 
3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2