JAKARTA, Berita HUKUM – Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan langsung menahan pejabat Kementerian Kesehatan (Kemkes) Sjamsul Bahri di Lapas Cipinang. Langkah ini dilakukan setelah menerima pelimpahan tahap kedua, dimana berkas perkara korupsi di Kemkes ini merugikan sekitar Rp163 miliar.
"Kita tahan tersangka selama 20 hari. Dia dijerat dengan UU Tipikor No. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001, dengan ancaman 20 tahun penjara," kata Kajari Jakarta Selatan Masyhudi kepada Wartawan beberapa hari lalu.
Sebelumnya, mantan Kabag Program dan Informasi Sekretariat BP2SDM Kemkes Sjamsul Bahri tidak ditahan saat disidik. Sementara itu dalam kasus korupsi yang lain para tersangka lain seperti dalam kasus IM2, alat laboratorium Unsri, IKIP Jakarta (UNJ) hanya dikenakan status tahanan kota.
Menurut Masyhudi, langkah hukum tegas ini dalam upaya menghindari tersangka melarikan diri dan menghilangkan barang bukti serta mengulangi perbuatan. Syamsul dijadikan tersangka terkait dengan lelang Alat Bantu Belajar Mengajar (ABBM) pendidikan dokter dan dokter spesialis untuk Rumah Sakit pendidikan dan Rumah Sakit Rujukan Tahun Anggaran 2009.
Seperti lazimnya, pengajuan anggaran yang diketahui Direktur Rumah Sakit diajukan kepada Dirjen (BP2SDM) Kemenkes. Oleh Dirjen BP2SDM, alokasi anggaran ditentukan berdasarkan skala prioritas. Penetapan skala prioritas diduga tidak dikelola secara benar.
Kebutuhan daerah yang besar, faktanya mendapat anggaran yang kecil, dan sebaliknya. Sehingga terdakwa Sjamsul Bahri melanggar prinsip kehati-hatian dalam menggunakan dan mengelola keuangan negara. Akibat perbuatan tersangka, negara diduga dirugikan sebesar Rp 163 miliar, dengan nilai proyek senilai Rp 429 miliar.
Apa yang dilakukan Kejari Masyhudi ini sudah seirama dengan apa yang diinginkan Kejaksaan Agung, bahwa Kejagung telah memberikan tanggung jawab penuh kepada setiap stakeholder Kejaksaan, untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dalam penegakkan hukum.
“Kepada Kejati, kepada Kejari, supaya mereka bertanggung jawab, satu diantaranya punishmentnya kepada satuan kerja yang tidak mampu menangani perkara korupsi, ada sanksi,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Andhi Nirwanto kepada Pewarta BeritaHUKUM.com, Jumat (1/3).(bhc/mdb)
|