JOMBANG (BeritaHUKUM.com) – Meski menyandang sebagai predikat 'kota santri', tingkat angka kekerasan di Kabupaten Jombang selama tahun 2011 mengalami peningkatan. Berdasarkan data Woman Crisis Centre (WCC) Jombang, Jawa Timur, tercatat ada 81 kasus kekerasan.
Demikian dikatakan Direktur Woman Crisis Centre (WCC) Jombang, Palupi Pusporini kepada wartawan di Jombang, Senin ((2/1). Menurutnya, dari 81 laporan yang diadukan ke WCC itu, sebagian besar didominasi kasus kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan seksual.
"Yang menjadi keprihatinan tersendiri adalah meningkatnya kasus kekerasan sexual terhadap perempuan. Kekerasan sexual yang terjadi di Jombang berdasarkan data pendampingan WCC Jombang, tercatat dialami oleh korban perempuan yang berusia antara 3 hingga 18 tahun. Perkosaan, pelecehan sekual, dan kekerasan dalam pacaran yang tercatat diatas,” jelas dia.
Menurut dia, masing-masing tiap korban mengalami kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual tersebut, banyak dilakukan orang-orang terdekat korban, baik pacar, paman, teman satu sekolah bahkan orang tua kandung bisa menjadi pelaku. Atas persoalan ini, WCC berharap pelaku kekerasan seksual dihukum berat.
“Kami juga berharap ada kesadaran dari masyarakat untuk tidak meyalahkan korban. Selama ini masih banyak dijumpai tindakan-tindakan masyarakat, bahkan orang terdekat yang selalu menyalahkan korban dan selalu menganggap korban menjadi pemicu hingga terjadinya kasus kekerasan seksual,” imbuh Palupi.
Diungkapkan, selama ini banyak pihak yang menuduh bahwa pelecehan dan kekerasan seksual diakibatkan korban tidak berpakain sopan dan seksi, korban berperilaku genit dan menggoda lelaki. Hal inilah yang selalu ditudingkan kepada korban. Padahal, fakta dilapangan ditemukan bahwa banyak korban yang berpakaian sopan, tapi tetap saja menjadi sasaran aksi kekerasan dan pelecehan seksual.
Berkaca dari hal tersebut, tambahnya, perlu disadari bersama bahwa persoalan yang mendasar adalah persoalan moral yang masih perlu diperbaiki mengingat Jombang adalah kota santri. Tidak tepat, jika angka kasus kekerasan seksual maupun kasus kekerasan terhadap perempuan secara umum masih saja menjadi hal yang belum bisa diminimalisir oleh seluruh elemen masyarakat.
"Perempuan hingga saat ini masih sering mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan dalam kehidupannya, baik dalam lingkup rumah tangga maupun lingkungan sosialnya. Fakta mengakui bahwa jumlah kasus yang menjadikan perempuan sebagai objek kekerasan dari tahun ke tahun meningkat,” papar dia.
Upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, harus dimulai dari lingkungan terdekat yakni keluarga dengan menerapkan pola asuh yang partisipatif dan toleransi, sehingga bermula dari langkah itu akan membias dalam kehidupan di masyarakat. "Kekerasan terhadap perempuan merupakan bentuk Pelanggaran HAM," tandasnya.(sin/ans)
|