Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Legislatif    
Kesehatan
Kekurangan Tenaga Medis Masih Jadi Tantangan Indonesia
2016-04-06 10:36:24
 

Ilustrasi. Gedung DPR, DPD, MPR RI, Senayan Jakarta.(Foto: BH/mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi memberikan izin dibukanya Program Studi Kedokteran atau Fakultas Kedokteran (FK) di delapan perguruan tinggi negeri dan swasta tahun ini. Perguruan tinggi diminta komitmennya untuk mengedepankan mutu agar menghasilkan dokter yang profesional dan berkualitas.

Namun di satu sisi, pembukaan delapan FK beberapa waktu lalu itu mendapat tentangan dari beberapa pihak. Mengingat pada akhir tahun lalu, Menristekdikti Muhammad Nasir mengeluarkan moratorium pembentukan FK baru. Pasalnya, kualitas FK di Perguruan Tinggi baru dinilai masih rendah.

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi X DPR RI Dadang Rusdiana menilai, kekurangan tenaga medis berkualitas, masih menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa ini. Apalagi di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini.

"Dibukanya Fakultas Kedokteran di beberapa Perguruan Tinggi di beberapa provinsi, selain mempertimbangkan peningkatan akses masyarakat untuk bisa masuk FK, tentunya yg paling penting adalah pemenuhan standar mutu, baik sarana prasarana fakultas kedokteran, standar mahasiswa, dosen, dan lainnya," kata Dadang, dalam pesan pendek yang diterima Parlementaria, Selasa (5/4).

Politisi F-Hanura itu menambahkan, dikeluarkannya moratorium pembentukan FK itu semula untuk menjaga kualitas atau pemenuhan standar mutu, sehingga PTN atau PTS tidak asal membuka prodi kedokteran.

"Sehingga kalau kemudian Menristekdikti mencabut moratorium tersebut dan membuka FK baru, harus ada jaminan bahwa itu dilakukan dengan selektif dan terukur. Kalau tidak, maka menteri tidak konsisten terhadap kebijakan moratorium itu," pesan politisi asal dapil Jawa Barat itu.

Pembukaan FK baru ini pun mendapat penolakan dari beberapa organisasi dan asosiasi pendidikan kedokteran, seperti Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI) dan Asosiasi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Indonesia (ARSGMPI).

Ketua Konsil Kedokteran Indonesia, Prof dr Dr Bambang Supriyatno, SpA(K), mengatakan keputusan Kemenristekdikti untuk membuka 8 FK baru patut dipertanyakan. Sebabnya, rekomendasi yang disetujui oleh tim independen evaluasi hanya 3 fakultas.

Alasan utama penolakan adalah perlindungan kepada masyarakat. Saat ini, 75 fakultas kedokteran yang ada Indonesia masih memiliki variasi akreditasi dan tingkat kelulusan yang tinggi. Hanya 21 persen saja yang menyandang akreditasi A, sisanya 43 persen menyandang akreditasi B dan 36 persen C.

"Daripada membuka fakultas kedokteran baru, lebih baik yang ada ini ditingkatkan mutunya. Dengan begitu kualitas dokter yang lulus akan meningkat. Kalau dibuka banyak-banyak tapi kualitas rendah, masyarakat yang akan kena dampaknya," tegas Prof Bambang lagi.

Sebagaimana diketahui, bulan lalu Kemenristekdikti memberikan izin pendirian prodi kedokteran kepada delapan Perguruan Tinggi, yakni Universitas Khairun Ternate, Universitas Surabaya, Universitas Ciputra Surabaya, Universitas Muhammadiyah Surabaya, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahin Malang, UIN Alauddin Makassar, Universitas Bosowa Makassar, dan Universitas Wahid Hasyim Semarang.

Menristekdikti mengatakan, saat ini mutu sejumlah fakultas kedokteran masih ada yang rendah. Ini tecermin dari hasil akreditasi dan kelulusan mahasiswa dalam Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD).

"Kami (Kemenristekdikti) ingin menata dulu FK yang sudah ada yang kualitasnya masih kurang. Kita ingin lihat FK di PT baru supaya stabil dulu," alasan Menristekdikti ketika ditanya terkait moratorium FK, akhir tahun lalu.(sf/dpr/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Kesehatan
 
  Obat yang Beredar di Masyarakat Harus Terjamin Keamanan dan Kelayakannya
  Koordinator SOMASI Jakarta Sambangi Dua Kementerian, Terkait Peredaran Produk Formula Kuras WC dan Anti Sumbat Ilegal
  RUU Kesehatan Sepakat Dibawa ke Paripurna, 7 Fraksi Setuju dan 2 Fraksi Menolak
  Anggota DPR Rieke Janji Perjuangkan Jaminan Kesehatan dan Hari Tua bagi Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya
  Nasib Nakes Honorer Tidak Jelas, Netty Prasetiyani: Pelayanan Kesehatan Berpotensi Kolaps
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Hari Guru Nasional, Psikiater Mintarsih Ingatkan Pemerintah Agar Segera Sejahterakan Para Guru

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Judi Haram dan Melanggar UU, PPBR Mendesak MUI Mengeluarkan Fatwa Lawan Judi

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2