JAKARTA, Berita HUKUM - Perda Ngangkang yang hingga kini menjadi perbincangan ramai yang tidak hanya diranah Aceh namun telah menjadi isu nasional, membuat Kementerian Dalam Negeri berencana mengevaluasi Perda yang lahir dari tanah rencong ini.
Peraturan Daerah Pemerintah Kota Lhoksumawe Aceh ini, bagi sebagian kalangan di masyarakat menilai terlalu berlebihan dan diskriminatif.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi kemarin mengatakan bahwa Kementerian akan mendalami apakah ada unsur diskriminasi terhadap perempuan pada Perda tersebut, dalam kerangka memelihara tradisi.
Dijelaskan Gamawan bahwa pihaknya berhak membatalkan atau mengoreksi apabila hasil evaluasi nanti ditemukan unsur palanggaran peraturan perundang-undangan.
Senada dengan Mendagri, Anggota DPR RI Sarifuddin Sudding mengatakan bahwa selama Perda tersebut tidak melanggar Undang-Undang, maka hal itu bisa dipahami, sebab Aceh dikenal daerah yang Islami dan termasuk wilayah Istimewa yang masih menjaga adat istiadat.
"Bagi saya yang penting jangan sampai bertentangan dengan Undang-Undang, saya rasa evaluasi yang dilakukan Mendagri sudah tepat," kata Sarifuddin saat dihubungi pewarta BeritaHUKUM.com, Selasa (8/1) di Jakarta.
Walikota Lhoksumawe Suaidi Yahya yang pencetus pertama lahirnya Perda tersebut, menilai bahwa perempuan yang duduk ngangkang atau dibonceng saat mengendarai sepeda motor bertentangan dengan kesopanan dan mencederai penerapan Syariat Islam di Aceh.
Selain itu menurut Suaidi perempuan duduk mengangkang di sepeda motor, tidak sesuai dengan budaya masyarakat Aceh yang menjunjung tinggi nilai-nilai Syariat Islam. (bhc/mdb) |