Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
Habib Rizieq
Kerja Komnas HAM Sungguh Mengecewakan
2020-12-29 15:27:41
 

Ilustrasi. Ayo tetap kita kawal biar KOMNAS HAM usut tuntas penembakan terhadap 6 laskar FPI. Jangan lengah.(Foto: twitter)
 
Oleh: Dr. H. Tony Rosyid

VIRAL DI medsos Komnas HAM akan konferensi pers. Tepatnya hari senen kemarin, 28 Desember 2020 Jam 11.00. Publik menunggu, apa temuan yang akan diungkap oleh Komnas. Penasaran!

Dalam kasus penembakan enam anak muda di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek ditemukan banyak kejanggalan. Simpang siur informasi dan tanggapan terhadap hasil rekonstruksi menyisakan banyak pertanyaan.

Antara foto janazah yang beredar dengan pernyataan sejumlah pihak dianggap oleh publik belum sinkron. Artinya, perlu penjelasan lebih detail. Apakah dua janazah yang ditembak di KM 50 itu langsung mati, atau meninggal di rumah sakit? Apakah empat jenazah berikutnya, seluruhnya ditembak di mobil, atau ada yang ditembak di tempat lain? Tembaknya jarak dekat, atau jarak jauh? Menembaknya menggunakan pistol kaliber berapa? Lalu, berapa jumlah seluruh peluru yang ditembakkan? Peluru yang konon katanya tembus kepala dan punggung itu kemudian mengenai sasaran yang lain atau menerpa ruang hampa?

Apakah foto-foto janazah yang beredar itu asli, atau editan? Kalau editan, pihak yang mengedit harus dituntut. Kalau asli, bagaimana menjelaskan sejumlah lubang peluru di dada para janazah? Kenapa ada kulit terkelupas. Ada alat vital janazah yang melepuh. Apakah melepuh sendiri, bekas kejatuhan benda berat, atau ada orang yang membuatnya melepuh? Janazah kenapa harus diotopsi saat keluarganya tidak mengijinkan?

Betulkah enam anggota FPI membawa senjata api? Asli, rakitan atau hasil dari merebut punya orang-orang yang berpakaian preman yang ternyata kemudian diketahui adalah aparat? Berapa jumlah senjata itu? Mereka dapat dari mana? Apakah senjata itu sudah ada yang digunakan untuk menembak? Kalau sudah, mengenai sasaran apa saja?

Soal sejumlah CCTV yang semula diklaim rusak, berikutnya diakui oleh PT. Jasa Marga tidak rusak, hanya saja gak bisa kirim rekaman, sekarang Komnas HAM memberi informasi ada ratusan potongan rekaman (10 menitan) dari empat CCTV yang terpasang di KM 48-51. Kenapa harus dipotong? Kenapa hanya sampai KM 51? Bukannya di KM 52+200 menurut rekonstruksi ada peristiwa penting?

Banyak pertanyaan-pertanyaan yang masih menggantung. Publik berharap dapat penjelasan dari temuan Komnas HAM.

Setelah sekian hari menunggu, Komnas HAM pun menggelar konferensi pers. Apa yang dilaporkan? Beberapa proyektil dan bangkai mobil, bekas tembakan. Kalau hanya sekedar ingin menyampaikan informasi itu, tak perlulah konferensi pers. Habiskan waktu dan tenaga awak media saja. Heboh kali rasanya. Tiga minggu, tak signifikan progresnya.

Apatisme publik terhadap Komnas HAM terjawab sudah. Dan memang selama ini, tak banyak kasus HAM yang bisa dituntaskan oleh Komnas HAM.

Apatisme inilah yang membuat publik dari awal mendorong kasus ini dituntaskan oleh Tim Pencari Fakta (TPF) Independen. Sayangnya, presiden menolak dibentuknya TPF. Ada Komnas, kenapa bikin TPF? Karena kerja Komnas dianggap tak meyakinkan. Maka, perlu membuat TPF. Kalau Komnas HAM bisa dipercaya, penemuannya obyektif dan rekomendasinya bisa dituntaskan, untuk apa publik mendesak dibentuknya TPF Independen. Sampai disini, anda pasti paham.

So? Ada dua alternatif. Pertama, masyarakat bentuk TPF Independen. Banyak tokoh di luar pemerintahan yang punya pengalaman, mumpuni dan berintegritas untuk bekerja sebagai anggota TPF. Ada Busro Muqaddas (Muhammadiyah), Bambang Wijayanto (Mantan Komisioner KPK), Komjen (Purn polisi) Oegroseno, Abdullah Hehamahua, Natalius Pigai, Zaenal Arifin Muchtar (UGM), Piere Suteki (Undip), Azumardi Azra (Agamawan dari UIN Jakarta), Haris Azhar (advokat), dll yang bisa dipanggil untuk menjalankan TPF Independen ini.

Kedua, jika tak tuntas, dan biasanya kasus-kasus seperti ini memang tak tuntas, maka tragedi ini segera menguap dan hanya akan menjadi memori memilukan bagi bangsa ini di masa depan. Tapi, publik tak akan pernah lupa ingatan bahwa ada enam generasi muda bangsa yang ditembak mati di KM 50 dengan penanganan yang tak mencapai ujung.

Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.(tr/bh/sya)





 
   Berita Terkait > Habib Rizieq
 
  Apresiasi Komitmen Pengusutan Kasus Brigadir J, HNW: Demi Keadilan Hukum, Harusnya Demikian Juga Untuk Kasus KM 50
  MA Beri 'Diskon' 2 Tahun Masa Hukuman Penjara Habib Rizieq Shihab
  HNW Apresiasi Penolakan MA Terhadap Kasasi Jaksa, Pada Kasus HRS DI Petamburan
  HNW Apresiasi Langkah Habib Rizieq Ajukan Kasasi Ke MA
  HNW Dukung HRS Lakukan Upaya Banding di Pengadilan Tinggi
 
ads1

  Berita Utama
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

Pakar Hukum: Berdasarkan Aturan MK, Kepala Daerah Dua Periode Tidak Boleh Maju Lagi di Pilkada

 

ads2

  Berita Terkini
 
Permohonan Praperadilan Tom Lembong Ditolak, Jampidsus Lanjutkan Penyidikan

Hari Guru Nasional, Psikiater Mintarsih Ingatkan Pemerintah Agar Segera Sejahterakan Para Guru

Polri Bongkar Jaringan Clandestine Lab Narkoba di Bali, Barang Bukti Mencapai Rp 1,5 Triliun

Judi Haram dan Melanggar UU, PPBR Mendesak MUI Mengeluarkan Fatwa Lawan Judi

Komisi XIII DPR Bakal Bentuk Panja Pemasyarakatan Usai 7 Tahanan Negara Kasus Narkoba Kabur dari Rutan Salemba

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2