MENCERMATI – Perkembangan beberapa hari ini terkait dengan hajatan besar Forum Pemred yang digelar di Nusa Dua Bali mulai dari tanggal 13 – 14 Juni 2013, menimbulkan berbagai pro dan kontra.
Dalam Forum tersebut selain dihadiri oleh sejumlah pimpinan media massa baik cetak, elektronik maupun online, juga dihadiri oleh para pejabat dan petinggi di negeri, politisi dan kalangan bisnis. Tidak tanggung-tanggung Presiden SBY pun menyempatkan hadir, sekaligus menutup pertemuan tersebut.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa kekuatan media massa terutama dalam membentuk sebuah opini memiliki peran strategis. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa rezim pemerintahan saat ini begitu kuat dalam menjaga citranya. Maka tidak heran ketika media sebagai pembentuk opini, harus dirangkulnya.
Bahkan di jejaring media sosial dan pemberitaan media mainstream, beredar kabar yang kurang sedap terkait hajatan forum yang sangat terpuji tersebut, mulai dari hadiah kondom, penggunaan fasilitas istimewah dari negara (baca : penguasa), sampai kericuhan akibat ulah salah satu tokoh bisnis yang memanfaatkan moment istimewa tersebut, untuk kepentingan pribadinya.
Sebagai pilar ke empat dari demokrasi, pers harus tetap menjaga independesinya, pers tidak boleh memanipulasi data dan fakta. Amanat undang-undang dan berbagai peraturan terkait tentang pers, secara terang benderang mewanti-wanti mengenai independensi pers tersebut. Keberpihakan pers adalah untuk mengabdi kepada kepentingan publik, bukan kepentingan penguasa.
Menyikapi kegiatan Forum Pemred di Bali tersebut, dalam siaran persnya Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) mengingatkan agar Forum Pemred tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pasal 6 : Yakni “Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap”. Dalam hal penafsiran, "suap” adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda, atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
AJI juga mengingatkan agar pembentukan Forum Pemred sesuai dengan Peraturan Dewan Pers tentang Organisasi Wartawan diantaranya, poin 8 : Organisasi wartawan memiliki program kerja di bidang peningkatan profesionalisme pers. Juga poin
9 : Organisasi wartawan memiliki kode etik, yang tidak bertentangan dengan Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers.
AJI menyerukan anggotanya agar tidak mengikuti keputusan apapun dari forum tersebut, terutama jika bertentangan dengan prinsip independensi, profesionalisme, dan etika jurnalistik. AJI mendukung hak setiap orang untuk berorganisasi dan menyampaikan pendapat. Namun AJI menentang upaya pengorganisasian wartawan yang menjadikan pers sebagai corong kepentingan politik tertentu, perpanjangan tangan pemilik modal, yang menyerobot independensi ruang redaksi.
Kepada Pemimpin Redaksi yang hadir di Bali, hendaknya membahas secara serius masalah kesejahteraan wartawan, independensi redaksi di depan penguasa dan pengusaha, dan bagaimana Kode Etik Jurnalistik (KEJ) menjadi marwah pers Indonesia, serta upaya serius menghentikan aksi-aksi kekerasan terhadap jurnalis di seluruh Indonesia.
Sehebat dan seburuk apapun hajatan Forum Pemred di Pulau Dewata tersebut, kiranya ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan disini, paling tidak menjelang pemilu 2014 ada kebutuhan dari pihak penguasa, untuk merangkul keberadaan pers.
Dengan alasan demi stabilitas, pers mau digiring untuk tidak kritis. Disamping itu, secara jujur ada pengakuan bahwa suara pers saat ini lebih berpengaruh ketimbang penguasa atau politisi, dengan demikian mereka merasa ketakutan karena rakyat lebih percaya kepada pers.
Media elektronik terutama televisi saat ini memiliki peran yang sangat efektif dalam mempengaruhi kebijakan. Banyaknya pelanggaran dari berbagai tayangan dilayar kaca mengindikasikan bahwa media elektronik yang satu ini, baik milik swasta maupun milik pemerintah sulit diatur, apa yang digembar-gemborkan oleh Dewan Pers, Komisi Informasi Publik (KIP) dan organisasi yang menaungi awak televisi,lebih banyak diabaikan, seolah anjing menggonggong kafilah berlalu.
Sekali lagi keberadaan Forum Pemred harus memiliki daya tawar yang mumpuni, benar-benar mampu memperjuangkan independensi ruang-ruang redaksi sesuai dengan kaidah jurnalisme sebagaimana tujuan awal dibentuknya Forum Pemred tersebut, kalau hanya sekedar untuk menjilat, apalagi melacurkan diri kepada penguasa dan pengusaha, lebih baik Forum Pemred dibubarkan saja. Entah benar atau tidak rumor yang berkembang, ada upaya penguasa mau mengatur pers, tetapi pers harus tetap melawan.(*)
|