JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjelaskan soal tidak kesediaannya menghadiri rapat konsultasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetap ngotot untuk mengundangnya kembali. Bahkan, Ketua DPR Marzuki Alie tak sungkan menbar ancaman untuk menyandera KPK, bila kembali tidak memenuhi undangan rapat konsultasi berikutnya.
"DPR bisa menyandera pimpinan KPK, kalau terus menolak hadir (rapat konsultasi). Sanksinya pun jelas diatur di sana (UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3). Untuk itu, tentunya pihak kepolisian yang bisa mengambil tindakan yang diperlukan," kata dia kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (30/9).
Menurut Marzuki, merujuk pasal 72 jo 73 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3, DPR berhak memanggil siapa pun dalam rangka menjalankan tugas dan kewenangannya. Atas dasar itu, ia berharap pada Senin (3/10) nanti, pimpinan KPK dapat memenuhi panggilan DPR.
Memenuhi panggilan DPR, lanjut Marzuki, dijanjikan takkan menganggu kredibilitas KPK. Rapat teesebut hanya untuk menjelaskan duduk permasalah yang menjadi pertanyaan pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR. "Alasan bahwa mereka sedang sibuk melakukan penyidikan, tidak dapat kami terima. Penyidikan itu kan dilakukan jajaran penyidik, bukan pimpinan KPK," jelas dia.
Pada dasarnya, ujarnya pimpinan DPR dapat menerima alasan yang diberikan oleh KPK. Namun, Marzuki merasa keberatan jika Banggar dianggap pihak yang berperkara, karena sampai saat ini masih belum jelas mengenai pemeriksaan saksi yang dimaksudkan oleh KPK. Jika yang dipermasalahkan KPK adalah terkait kehadiran Banggar di dalam rapat, maka hal itu tidak relevan. Pasalnya saat ini posisi pimpinan Banggar bukan sebagai tersangka kasus yang diselidiki KPK.
"Saya ingin tanya apakah mereka (pimpinan Banggar) jadi tersangka, atau saksi sebagai calon tersangka. Jadi bukan berperkara, mereka diminta tentang mekanisme pekerjaan. Artinya, kalau dilihat pola itu menurut Yusril Ihza Mahendra bahwa saksi seperti itu saksi ahli. Tidak usah curiga, apalagi rapat dilakukan secara terbuka," jelasnya.
Tidak Mempermasalhkan
Dalam kesmepatan ini, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut mengaku, DPR tidak mempermasalahkan KPK melakukan pemanggilan kepada pimpinan Banggar, karena setiap orang memiliki posisi yang sama di mata hukum. Namun, pemanggilan itu harus jelas posisinya. "Jangan disamakan antara saksi ahli dengan saksi yang mengetahui atau melihat kejadian itu atau istilah hukum saksi fakta. Ini harus dipisahkan agar tidak terjadi persepsi yang keliru," ungkapnya.
Pimpinan DPR juga tidak mempermasalahkan, bila pimpinan Banggar diperiksa sebagai saksi fakta atau saksi ahli, namun hal itu harus diperjelas terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi persepsi yang negatif. "Silahkan lanjutkan, tidak ada masalah. Silahkan periksa mereka yang dianggap bermasalah,” tunturnya.
Sebelumnya, pimpinan DPR mengundang KPK dalam rapat konsultasi bersama Polri, Kejaksaan Agung, dan Banggar pada Kamis (29/9). Tapi KPK enggan memenuhi undangan itu. Alasannya, KPK sedang menyelidiki kasus yang ada di Kemenakertrans, dan tengah menyelidiki empat pimpinan Banggar.
Atas dasar untuk menjaga idenpendensi KPK dan kredibilitas DPR, institusi pemberantasan korupsi itu, enggan memnuhi undangan tersebut. Namun, pimpinan DPR tidak bisa menerima alasan logis itu. Lembaga legislatif ini pun kembali menjadwal ulang undangan untuk KPK. Rencananya, Senin (3/10) nanti, pertemuan itu akan digelar kembali.
Isi Berbeda
Dalam kesempatan terpisah, Karo Humas KPK Johan Budi SP mengatakan, pimpinan KPK bersedia untuk menghadiri rapat konsultasi DPR pada pekan depan. Hal itu diputuskan, karena ada yang berbeda dalam isi surat undangan yang dilayangkan pimpinan DPR. Surat kedua itu menjelaskan bahwa pertemuan dengan pimpinan Dewan takkan pimpinan Banggar. “Tidak lagi melibatkan pimpinan Banggar,” jelas dia.
Atas dasar tersebut, kata dia, KPK dalam rapat pimpinan memutuskan untuk menghadiri rapat tersebut. Dirinya pun sempat diperlihatkan surat undangannya dan diketahui bahwa rapat itu hanya dihadiri pimpinan DPR, Komisi III DPR, Fraksi-fraksi DPR, Jaksa Agung, dan Kapolri. Sedangkan pimpinan banggar DPR sama sekali tidak diikiutsertakan dalam pertemuan itu.
Dengan demikian, ungkap dia, jelas ada perbedaan dalam surat undangan yang sebelumnya dikirimkan DPR kepada KPK yang berbuntut dengan penolakan KPK mengadiri rapat, dengan surat undangan terbaru yang diterima KPK. "Undangan rapat konsultasi sebelumnya, diikuti pernyataan-pernyataan bahwa rapat itu erat kaitannya dengan penyidikan di KPK," ungkap dia.(inc/rob/spr)
|