Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Eksekutif    
Negara Hukum
Ketua MK: 'Indonesia Negara Hukum yang Berketuhanan'
Monday 12 Oct 2015 03:28:39
 

Ketua MK Arief Hidayat menjadi menjadi pembicara pada kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Rabu (7/10) lalu.(Foto: Humas/Enday Prasetya)
 
MALUKU UTARA, Berita HUKUM - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menjadi narasumber dalam kuliah umum tentang Kedudukan MK dalam Penyelesaian Sengketa Pilkada di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, pada Rabu (7/10) lalu. Pada kesempatan tersebut, Arief menegaskan bahwa Indonesia menganut hukum yang berketuhanan.

Arief menjelaskan, para pendiri bangsa Indonesia (founding fathers) pada 1945 sempat mengalami kegalauan menentukan dasar hukum negara. Ada usulan untuk menggunakan dasar hukum Islam, namun ditolak oleh founding fathers yang beragama lain. Akhirnya, founding fathers sepakat bahwa negara Indonesia berdasarkan Pancasila. Sila Pertama Pancasila yang menyatakan “Ketuhanan yang Maha Esa” bersifat universal bagi seluruh agama di Indonesia. “Jadi, negara Indonesia bukan negara agama, bukan negara sekuler, tetapi negara berdasarkan Pancasila,” tegasnya.

Dasar negara tersebut senantiasa diimplementasikan MK dalam putusannya. Irah-irah putusan MK (kepala putusan MK), selalu diawali dengan frasa “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal tersebut menurut Arief merupakan penegasan bahwa keadilan di Indonesia adalah keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan kata lain, Hakim Konstitusi dalam menjalankan hukum dan memutus perkara, selain bertanggung jawab kepada negara dan bangsa Indonesia, juga bertanggung jawab kepada Tuhan.

Oleh karena itu, Arief merasa miris mendengar kasus suap yang menjerat para hakim dan jaksa. “Berhukum ada dua, membentuk hukum dan menjalankan hukum. Keduanya harus dijalani dengan hati-hati karena bertanggung jawab langsung kepada Tuhan YME,” tegasnya.

Begitu pula dengan menjalankan demokrasi Indonesia. Demokrasi di Indonesia harus dijalani berdasarkan Ketuhanan. Para calon kepala daerah yang menjadi peserta Pilkada, menurut Arief pasti menghindari politik uang apabila menjalankan demokrasi yang berketuhanan.

Pengawal Konstitusi

Dalam kesempatan tersebut, Arief pun menegaskan pentingnya kehadiran MK dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia mencontohkan proses pembentukan undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pembentukan undang-undang di DPR merupakan proses politik menyangkut kekuasaan, namun setelah undang-undang terbentuk, politik harus tunduk kepada hukum. Di beberapa negara yang mengenal pengujian undang-undang (judicial review), maka undang-undang yang telah dibuat oleh parlemen dapat dibatalkan oleh lembaga yang disebut MK atau lembaga sejenis. “Hadirnya MK sebagai pengawal Konstitusi merupakan wujud keseimbangan hukum dan kekuasaan, hukum dan politik,” ujarnya.

Lebih lanjut, Arief menjelaskan MK dikonstruksikan menjadi penjaga Konstitusi dan Pancasila. MK bertugas menjaga agar undang-undang yang ada konsisten, koheren, dan berkorespondensi dengan Konstitusi. Misalnya saja pada saat MK membatalkan seluruh UU Sumber Daya Air, MK menegaskan air bukan komoditas yang diperjual-belikan. Apabila orang membeli air minum kemasan, lanjut Arief, yang dibeli adalah kemasannya, bukan airnya. Menjadikan air sebagai komoditas, bertentangan dengan Konstitusi dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Kemudian terkait penyelesaian sengketa Pilkada, menurut Arief MK sudah menyatakan bahwa kewenangan MK menangani sengketa Pilkada bertentangan dengan Konstitusi. Namun dalam putusannya MK memberikan masa transisi, di mana sebelum terbentuknya badan peradilan khusus yang menangani sengketa Pilkada, maka penyelesaian sengketa Pilkada masih ditangani oleh MK. “Sampai hari ini kita sudah menyiapkan seluruh instrumen untuk penyelesaian sengketa Pilkada,” imbuhnya.(HendyPrasetya/Hanifah/IR/mk/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Negara Hukum
 
  Ketua MK: 'Indonesia Negara Hukum yang Berketuhanan'
  Komnas HAM: Indonesia Negara Hukum Bukan Negara Adat
  MPR Klaim Atas Amendemen Pasal 1 ayat 2, Indonesia Jadi Negara Hukum
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2