JAKARTA, Berita HUKUM - Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo diminta bersikap hati-hati terkait permohonan penundaan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang sudah di ajukan beberapa pengusaha dari Kawasan Beriket Nusantara Cakung, apalagi dipastikan tandatangan yang dikumpulkan dan diserahkan pihak pengusaha dengan paksaan dan ancaman serta tidak disertakan tandatangan serikat buruh.
Hal ini terungkap ketika Ketua Serikat Pekerja Nusantara Jakarta Utara, M Halili SH saat ditemui pewarta BeritaHUKUM.com di kawasan Berikat Nusantara Cakung, M Halili menjelaskan pada intinya kita menghormati karena ada peluang untuk pengusaha menunda UMP, namun dari kebutuhan buruh saat ini, tidak bisa lagi ditunda-tunda, karena daya beli buruh tidak mencukupi kalau ditunda, terang Halili.
"Belum dibayarkan UMP yang baru TDL sudah naik, Gas juga naik, semua kan mencekik leher buruh," ujarnya.
Dimana saat ini HRD perusahaan di KBN Cakung secara paksa mengumpulkan tandatangan para buruh untuk mengajukan salah satu syarat penundaan UMP ke Balai Kota, ini tidak bisa dibiarkan, lagipula tidak ada tandatangan dari serikat buruh yang disertakan kalau pun ada itu pemalsuan dan akan kami pidanakan.
"Hari Senin (7/1), saya akan datang ke Balai Kota bertemu Jokowi untuk menyerahkan tanda tangan asli kami penolakan dari tandataagan yang dipaksakan oleh HRD di KBN Cakung, kami masih percaya dengan pemerintahan DKI Jakarta dan kami yakin perusahaan masih sanggup dengan UMP yang sudah ditetapkan, jangan paksa kami melakukan aksi mogok besar-besaran," tegas Halili.
Yang sudah saya ambil tandatangan penolakan penundaan UMP dari 14-17 perusahaan, "saya yakin masih banyak tandatangan yang saya serahkan nanti kepada Joko Widodo, karena yang saya tahu tidak ada tandatangan dari serikat pekerja, dan itu merupakan persyaratan bila ini kurang. Dan jangan main-main dengan persyaratan ini, serta jangan permainkan kami buruh yang sudah lelah menanti hak kami selayaknya," pungkas Halili.(bhc/put) |