JAKARTA, Berita HUKUM - Kinerja Jaksa Agung Republik Indonesia HM Prasetyo selama setahun ke belakang dituding tidak memuaskan. Menurut pandangan Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Kriminalisasi (Taktis) yang terdiri dari KontraS, ICW, dan YLBHI yang menilai Jaksa Agung Prasetyo untuk didesak mundur dari jabatannya dan Presiden harus mengganti HM Prasetyo dengan figur lain yang lebih kredibel.
Dalam konferensi pers yang digelar di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan tersebut, nampak turut hadir koordinator KontraS Haris Azhar, peneliti ICW Lola Easter dan peneliti YLBHI Julius Ibrani.
"Dia (Jaksa Agung) misalnya gagal memanfaatkan kekuasaannya ketika ada proses-proses kriminalisasi oleh polisi," kata Haris Azhar, Minggu (25/10).
Prasetyo dituding tidak menunjukkan kinerja dalam penegakkan hukum kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan pemberantasan korupsi yang menjadi komitmen Pemerintahan Jokowi-JK.
Kini, indikasinya orang nomor satu di Kejaksaan MH Prasetyo yang berasal dari politisi partai NasDem tersebut terseret kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) yang melibatkan para Tersangka; Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Pengacara OC Kaligis eks Ketua Mahkamah Partai Nasdem, lalu eks Sekjen partai NasDem Patrice Rio Capella yang tengah kasusnya digarap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"HM. Prasetyo telah gagal sebagai Jaksa Agung. Selain terseret kasus dugaan dana Bansos Sumatera Utara yang ditangani KPK. Dia tidak punya prestasi dalam penegakkan hukum, baik kasus pemberantasan korupsi dan pelanggaran HAM," tegas Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, dalam konfrensi pers di kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Minggu (25/10).
Selanjutnya, Haris juga turut menyoroti peran Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus kejahatan HAM berat. Dimana menurut beliau usulan Prasetyo agar dibentuk tim rekonsiliasi justru memperumit penyelesaian kasus-kasus tersebut.
"Apa yang kita sampaikan hari ini akan kita sampaikan ke staf kepresidenan, karena mereka yang berwenang," tuturnya.
Sementara pada kesempatan ini, dari pihak YLBHI, Julius mengatakan, "Sedikitnya ada 49 kasus yang diduga kriminalisasi, namun tetap ditangani kejaksaan era Prasetyo. Padahal jaksa agung memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan jika kasus tersebut dianggap janggal," ungkapnya.
"Apa kaitannya kriminalisasi dengan Jaksa Agung? Kejaksaan di bawah Jaksa Agung punya peran signifikan 'mengendalikan' perkara sejak awal pemeriksaan oleh kepolisian," tambah Julius.
Kemudian, Lola easter peneliti ICW turut menyampaikan bahwa, Presiden Joko Widodo perlu mempertimbangkan pergantian Prasetyo.
"Kami simpulkan bahwa. HM Prasetyo gagal menjalankan mandat sebagai Jaksa Agung dalam menegakkan HAM dan memberantas korupsi di Indonesia. Presiden harus mengganti HM Prasetyo dengan figur lain yang lebih kredibel," tegasnya, Minggu (25/10).
Selain desakan mundur, Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Kriminalisasi (Taktis) juga menyampaikan figur calon pengganti yang cocok untuk Prasetyo. Haris Azhar mengatakan, "Seorang jaksa agung sebaiknya jangan dari partai politik," katanya.
"Pertama (1), tidak boleh dari partai politik. lalu, Kedua (2), figur tersebut harus orang yang punya keberpihakan terhadap penegakan hukum," tambah Haris lagi.
Selain itu harapannya dari figur tersebut juga mempunyai pengalaman di isu-isu hukum yang cukup krusial, pemberantasan korupsi, penegakan hukum dan HAM. "Kalau pernah jadi pengacara atau jaksa, maka kita periksa apakah kasusnya ditangani dengan baik atau tidak," jelas Haris.
Namun, terkait nama figur kandidat Haris belum mau menyebutkan nama, ia mengaku baru akan mengumumkannya beberapa hari ke depan.
Jaksa Agung HM Prasetyo saat dikonfirmasi soal pernyataan koalisi belum berkomentar. Saat dihubungi via telepon selulernya dan dikirimi pesan singkat, belum ada jawaban.(bh/mnd) |