JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyahri mengatakan bahwa kedatangan Komisi I ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto untuk memberikan dukungan moral kepada Kepala RSPAD Mayjen TNI dr. Terawan Agus Putranto, atas pemecatan dirinya dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sementara waktu.
"Selain itu, juga untuk memberikan pesan kepada masyarakat bahwa hal-hal yang berkaitan dengan temuan-temuan terbaru, kami dari DPR RI memberikan apresiasi yang sangat tinggi terhadap penanganan pasien yang dilakukan dr. Terawan dan tim," ucapnya di RSPAD, Senen, Jakarta, Rabu (4/4).
Terkait dengan dugaan pengiklanan diri dr. Terawan di media, Kharis menekankan bahwa seluruh biaya pengobatan di RSPAD merupakan keputusan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Jadi tarif yang berlaku ini dan sebagainya, merupakan keputusan langsung dari Kemenkeu yang menentukan besarannya, bukan dr. Terawan yang menentukan. Hal-hal seperti ini yang seharusnya bisa dicerna baik-baik, bahwa tidak mungkin seorang kepala rumah sakit TNI bisa menentukan sendiri biayanya," tambahnya.
Kharis menambahkan bahwa surat keputusan dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang sudah beredar luas di media, merupakan pencemaran nama baik dari dr. Terawan dan RSPAD. Karena, keputusan MKEK seharusnya bersifat rahasia dan ditujukan langsung hanya ke Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI).
"Akan tetapi hal ini malah beredar luas, dan saya kira yang jadi masalah adalah siapa yang mengedarkan ini. Sekali lagi saya tegaskan bahwa dr. Terawan belum pernah mendapatkan surat resmi dari PB IDI terkait dengan keputusan pemecatan terhadapnya yang beredar di media," ujarnya.
Kharis mengharapkan sebagaimana amanat di Undang-Undang ITE bahwa jika ternyata berita ini tidak benar, maka kemudian berita-berita yang mencemarkan nama baik ini harus ditarik dan dihapus.
Dalam kesempatan yang sama, dr. Terawan mengaku begitu sedih mendengar pemberitaan dirinya diberhentikan dari keanggotaan IDI sementara waktu. Ia bahkan mengaku belum sempat menerima surat yang saat ini tengah diviralkan tersebut. "Jujur, saya sedih mendengar ini. Sampai sekarang bahkan saya tidak tahu suratnya seperti apa," katanya.
Diketahui, sempat beredar surat yang menyebutkan pemecatan kepada dr. Terawan dari keanggotaan IDI. Dalam surat IDI tertanggal 23 Maret 2018, dr Terawan yang telah lama menerapkan metode pengobatan Digital Substraction Angiography (DSA) atau yang ramai dikatakan sebagai 'cuci otak' dalam manangani pasien stroke ini dinyatakan dipecat sementara sejak 26 Februari 2018. Pemecatan berlaku selama 1 tahun sebagai tindak lanjut atas putusan MKEK yang menyatakan dr Terawan melakukan pelanggaran berat.(ila/sf/DPR/bh/sya)
|