JAKARTA, Berita HUKUM - Komisi III DPR akan memulai membahas Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai hukum materiil. Demikian dikatakan anggota Komisi III DPR Arsul Sani dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pimpinan KPK Taufiequrachman Ruki di ruang rapat Komisi III Kamis (18/6) siang.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan bahwa dalam prolegnas Tahun 2015-2019 DPR bersama-sama dengan pemerintah mencanangkan pembaharuan sistem peradilan pidana terpadu. Maka pada tahun ini akan dimulai dengan pembahasan RUU KUHP sebagai hukum materiil. Terkait dengan pembahasan KUHP ini Komisi III DPR sebagai legislator memerlukan pandangan dan masukan dari KPK.
Terkait dengan prinsip yang dianut dalam KUHP untuk melakukan konsolidasi atas hukum pidana materiil, DPR meminta pandangan KPK apakah sebaiknya semua delik korupsi yang ada ini juga perlu ditarik dalam KUHP.
Selain itu Komisi III DPR juga akan membahas RUU KUHAP agar amandemen atau revisi atas UU KPK tidak dilakukan sebelum sinkronisasi atau harmonisasi atas UU yang lainnya selesai.
Terkait RUU atas Perubahan UU KPK, kata Arsul, dari riwayat prolegnasnya merupakan RUU Inisiatif DPR, tetapi didalam rapat antara Baleg dengan pemerintah diusulkan oleh pemerintah untuk dibahas tahun ini dengan naskah akademik yang akan disusun pemerintah.
Disamping hukum materiil dan hukum formil Prolegnas juga akan memperbaharui kelembagaan penegak hukum tidak hanya KPK tetapi juga Polri dan Kejaksaan Agung. Salah satu isu didalam pembaharuan kelembagaan penegak hukum adalah persoalan kewenangan.
Ketua KPK Taufiequracman Ruki mengatakan, terdapat beberapa Undang-Undang (UU) yang terkait dengan pemberantasan korupsi yang perlu di amandemen dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi antara satu dan yang lainnya. Selain itu, penyesuaian dengan Ratifikasi UNCAC dan program Legislasi Nasional antara lain UU No.1 Tahun 1946 tentang KUHP,UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UU no. 28 Tahun 1999 tentang KKN, UU No.31 Tahun 1999 tentang Tipikor, UU No. 30 Tahun 2002 tetang Komisi Pemberantasan Tipikor, dan UU No.8 Tahun 2010 tetang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ketua KPK menambahkan, dukungan legislasi yang dibutuhkan KPK adalah hal-hal yang perlu disinkronisasi dalam KUHP terkait masalah ketentuan hukum pidana yang seharusnya menjadi rujukan bagi seluruh ketentuan umum atas semua aturan sepanjang menyangkut hukum pidana materiil.
Revisi KUHAP, terutama yang menyangkut ketentuan yang terkait dengan praperadilan, diperlukan menyusul adanya Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperluas ruang lingkup obyek praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 KUHAP.(spy,mp/dpr/bh/sya) |