JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menegaskan, tugas pemerintah daerah melakukan pelayanan publik terhadap kesehatan warganya melalui Puskesmas. Jangan sampai fungsi Puskesmas yang ada di bawah kepala daerah, ditanggung secara dominan oleh BPJS Kesehatan. Menurut Dede, kalau Puskesmas yang ada di daerah-daerah sepenuhnya ditanggung oleh BPJS Kesehatan, maka akibatnya para kepala daerah bisa saja lepas tangan.
"Jangan fungsi Puskesmas diambil alih oleh BPJS Kesehatan. Kan selama ini akhirnya fungsi Puskesmas dan pendanaan puskesmas diambil alih oleh BPJS. Akibatnya para bupati dan wali kota merasa, ya sudah enggakperlu dibiayai. Ini yang menjadi masalah," papar Dede saat Rapat Dengar Pendapat pembahasan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan mitra kerja Komisi IX DPR RI dan stakeholder terkait, di ruang rapat Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (25/10) petang.
Rapat ini dihadiri oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Rl, Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam negeri RI, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), perwakilan Kantor Staf Presiden (KSP), Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), dan perwakilan dari Akademisi Prof. Budi Hidayat.
Legislator Partai Demokrat ini menegaskan, jangan sampai kepala daerah lepas tangan dengan tanggung jawab kesehatan preventif dan promotif untuk warganya. Oleh sebab itu, regulasi yang tidak sesuai akan ditata ulang dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Di sisi lain, ada persoalan dalam Puskesmas yang menanggung pasien yang berlebihan, tidak proporsional dibanding dengan jumlah pasien yang ditanggung oleh Puskesmas lainnya.
"Ada satu Puskesmas yang pesertanya sampai 100 ribu, bahkan 200 ribu orang, ada yang hanya 2 ribu orang. Kan jomplang sekali. Bayangkan kalau satu Puskesmas Rp 6 ribu, kalau pesertanya sampai 100 ribu, berarti orang dibayarkan Rp 600 juta sebulan. Kalau Rp 200 ribu, berarti Rp 1,2 miliar per bulan. Padahal yang sakit emang sekaligus 200 ribu orang? Kan enggak," ungkap legislator dapil Jawa Barat itu.(eko/sf/DPR/bh/sya) |