JAKARTA, Berita HUKUM - Sekolah rusak belum menjadi prioritas pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Meskipun rusaknya fasilitas sekolah sudah terbukti membahayakan siswa. Alokasi anggaran pemerintah belum memprioritaskan perbaikan fasilitas pendidikan.
Menurut Wakil Ketua Komisi X Ferdiansyah dari fraksi partai Golkar di Dapil Jawa Barat XI bahwa, permasalahan tersebut disebabkan, karena luputnya pengawasan pengaturan Dana Alokasi Khusus (DAK) pendidikan. Namun yang menjadi kendala saat ini belum ada mekanisme pengawasan DAK.
"Sekarang kami sebagai anggota DPR RI tidak bisa mengawasi, karena ini memang berasal dari APBN. Tapi APBN ini ditransfer belanja daerah dan masuk menjadi APBD. Menerima belanja daerah menjadi di kabupaten kota. Kami sebagai anggota DPR RI dalam konteks ini belum ada mekanisme dalam konteks pengawan," ujar, Ferdiansyah di ruang rapat MKD lama Gedung Nusantara II Kamis (1/12).
Pernyataan tersebut ia sampaikan saat workshop Badan Keahlian DPR dengan tema "Upaya Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Pendidikan". Menurut studi dari Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) yang ikut serta dalam diskusi tersebut, rata-rata 30,43 persen anggaran sudah dialokasikan untuk pendidikan. Namun rata-rata hanya mengalokasikan 0,99 persen dari APBD 2016 untuk pembangunan ruang kelas baru dan rehabilitasi ruang kelas SD dan SMP.
Melihat permasalahan diatas Ferdiansyah mengusulkan revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. "Oleh karena itu perlunya dilakukan revisi juga Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam rangka DPR melakukan fungsi pengawasan. Itu juga bisa merambah sampai APBD yang berasal dari APBN karena juga tidak hanya dana alokasi khusus tapi dana alokasi umum seperti gaji guru dan tunjangan guru yang ditransfer dari APBN," paparnya.
Penurunan ini sebagian besar dikontribusikan oleh penurunan DAK untuk urusan infrastruktur pada jenjang pendidikan dasar. Bahkan DAK infrastruktur untuk jenjang tingkat SMP sama sekali tidak dialokasikan. Padahal, inilah instrumen anggaran yang paling signifikan untuk membantu pemerintah daerah mempercepat penyelesaian masalah ruang kelas rusak di daerah.(din,mp/DPR/bh/sya)
|