SAMARINDA, Berira HUKUM - Rencana Ibu Kota Negara (IKN) Republik Indonesia yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo di wilayah Kabupaten Panajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur (Kaltim) menurut Dr. Ir. Barnalus Saragih, M.Sc sebagai ahli lingkungan pada Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman bahwa pada tahun 2045, Samarinda sebagai Kota Penyangga IKN akan kalah saing dengan 3 kota lainnya, yakni Balikpapan, Bontang dan Penajam, serta akan ada pengecilan wilayah dikarenakan banjir.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur Nidya Listiyono, SE pun angkat bicara, Nindya mengatakan secara geografis wilsyah kita sudah cukup kecil karena diapit oleh Sungai Mahakam dan beberapa anak sungai, terang Nindya, Kamis (26/12).
"Kalau bicara secara geografis, hari ini wilayah kita sudah cukup kecil. Karena letak kita yang dipepeti Sungai Mahakam dan beberapa anak sungai, kemungkinan adanya pengecilan bisa saja terjadi, sama halnya seperti Jakarta," ujar Nindya.
Terkait adanya pernyataan Samarinda akan ketertinggalan dengan Balikpapan dan Bontang sebagai penyangga IKN, sebagai Wakil Rakyat Nindya tidak sependapat atas pernyataan tersebut.
"Banyak perusahaan asing masuk di suatu wilayah, tidak menjamin suatu daerah akan maju. Mungkin secara wilayah bisa saja tertinggal, namun untuk Sumber Daya Manusia (SDM) tidak. Untuk speed-up pembangunan, jika dibandingkan dengan PPU, mungkin saja. Karena di sanalah wilayah IKN, yang harus diutamakan pembangunannya," jelas Nindya.
Menurutnya, ketertinggalan secara masif tidak akan dialami Samarinda, sebagai daerah penyangga IKN dan dari history Samarinda yang juga sebagai Ibu Kota Provinsi maka harusnya jumlah uang beredar (JUB) itu lebih besar di Samarinda maka pergerakan ekonomi juga lebih cepat, tegas Nindya.
"Mudah-mudahan Walikota yang akan datang, siapapun itu, bisa memperhatikan Kota Samarinda menjadi kota megapolitan. Saya juga akan mendukung apapun demi kebaikan bersama, termasuk di Samarinda," pungkas Nindya.(bh/gaj) |