JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Bidang Hukum Aliansi Relawan Jokowi, C. Suhadi mengatakan, berkaitan dengan pemberitaan majalah Tempo edisi tanggal, 21- 27 Desember 2020, Suhadi mengemukakan pendapatnya.
"Saya ingin menanggapi berita tersebut, lagi-lagi majalah berita mingguan Tempo menyerang partai pemenang pemilu, PDI Perjuangan. Dalam edisinya di terbitan, 21 - 27 Desember 2020, dan tidak tanggung-tanggung di cover berita sudah serem, Korupsi Bansos di Kubu Banteng," ujar Suhadi dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (24/12).
Menurut Suhadi, dalam berita (Tempo) kali ini, bukan hanya partainya yang diserang, tapi jabnya meninju ke banyak sudut, antara lain nama-nama yang disasar walau secara tidak langsung Presiden dan yang paling utama dari berita itu Gibran, anak Presiden RI, yang baru-baru ini telah memenangkan Pemilihan Walikota Solo dengan suara terbanyak, dari pasangan pesaingnya.
"Hiruk pikuk kemenangan yang baru saja dilalui dengan suka cita, tiba-tiba telah dicederai dengan berita Tempo yang seolah pesan yang hendak disampaikan, kemenangan Gibran bukan kemenangan tanpa pamrih. Dan ini menurut saya demikian pembaca lain berita Tempo kali ini adalah berita yang paling tidak pantas dan ceroboh untuk media sekelas Tempo," kritiknya.
"Saya punya alasan dalam men-justifikasi hal ini. Karena saya adalah juga dulu pembaca setia Tempo dan sering juga membuat tulisan di surat pembaca, sehingga dengan demikian karekter Tempo dalam menulis sangat dipahami sebagai orang yang haus berita yang terukur, bukan kaleng kaleng," ungkap Suhadi.
Dalam investigasi berita khususnya masalah Gibran, kata Suhadi, awalnya Tempo telah menemukan sumber berita berkaitan dengan dana bantuan sosial (Bansos) dan kemudian dari sumber yang belum layak kebenarannya, karena tidak didukung sumber/data lainnya, namun oleh Tempo sumber yang masih sumir telah di dijadikan berita yang seolah-olah Gibran terlibat dana Bansos.
"Padahal media sekelas Tempo cover both side (berimbang) dalam membuat berita harus dijunjung tinggi, bukan hanya pada tataran konfirmasi ke orang-orang yang ditanya. Akan tetapi peran dari isi berita itu sendiri adanya perimbangan yang baik," ucapnya.
Selain itu, lanjut Suhadi, biasanya Tempo dalam menurunkan berita tidak gegabah dan tidak dalam bentuk "katanya", namun dari investigasi yang matang serta sudah terukur secara empiris, baru kemudian hasil investigasi yang sudah terukur dan "dapat" dipertanggung jawabkan itu baru diturunkan dalam bentuk berita, sehingga motto "Tempo enak dibaca dan perlu" adalah menjadi simbol yang tidak terbantahkan.
"Tapi kali ini tidak, dan bahkan Tempo terkesan meng-akomodir berita-berita hoax, karena faktanya bukan hanya Gibran orang yang diserang yang telah membantah, namun Sritek sebagai tempat Bansos itu diorder dan infonya Gibran ada di pemesanan itu oleh Sritek telah dibantah. Itu artinya Tempo dalam kaitan berita tentang Bansos dengan menyasar Gibran adalah sebagai tindakan yang absurd dan tidak terukur," ujar Suhadi.
Lanjutnya, bahwa jujur Tempo dari banyak kasus yang berkaitan dengan pemerintah Jokowi, cenderung kurang obyektif, padahal Suhadi dan masyarakat Indonesia sangat merasakan sentuhan kerja Presiden yang selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak, bukan seperti pendahulunya.
"Dan itu terbukti dari banyaknya pembangunan yang telah dikerjakan Pak Jokowi dan hasilnya sangat dirasakan oleh masyarakat dari Sabang sampai Merauke, tanpa beliau meminta pujian dari siapapun.
Namun dalam berita kali ini, bukan saja Jokowi yang menjadi sasaran berita miring, akan tetapi merambah kepada anggota Keluarga, Gibran sang Walikota terpilih," paparnya.
Padahal sedikit banyak kita juga tahu, kata Suhadi, anak anak Presiden tidak pernah mau memanfaatkan kekuasaan orang tua (Presiden) dalam berbisnis, yang seharusnya itu dapat saja dengan mudah apabila yang bersangkutan mau. Tapi seperti sama-sama kita tahu, Gibran dan saudara-saudara yang lainnya dalam mendapatkan uang, bukan dengan cara main proyek di pemerintahan akan tetapi dengan cara berwiraswasta seperti layaknya anak-anak muda pada umumnya.
"Coba wilayah ini dijadikan cermin oleh Tempo sebagai bagian dari berita dan ukuran dalam melihat kehidupan keluarga Presiden. Kalau Gibran mau untuk mendapat dukungan di Pilkada Solo dalam bentuk sembako atau apa saja demi kemenangan untuk masyarakat, bukan dengan cara meminta kepada Kementerian tentunya, karena langkah ini bagi seorang calon Walikota menjadi konyol, selain gampang dideteksi juga mudah dari jejak barang mengalir," ulasnya.
"Cara yang paling mudah dan tidak di ketahui orang banyak, apabila yang bersangkutan mau tinggal kumpulkan pengusaha di Solo, dalam sekejap akan dapat terkumpul bilangan angka yang diharapkan, karena Gibran anak Presiden dan para pengusaha akan sangat senang dengan permintaan tersebut. Nyatanya hal itu juga tidak dilakukan. Gibran tetap berkampanye dengan mengandalkan relawan dan sosok dia sebagai Penjual Martabak yang sudah menjadi legenda di Solo," tambah Suhadi.
Kemudian, lanjut Suhadi, fakta tersebut karena banyak teman-teman di Solo yang punya usaha tidak pernah Gibran meminta bantuan dalam bentuk apapun. "Bahwa berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan, kami atas nama anak bangsa yang menginginkan pada berita yang berbobot dan terukur, mohon kepada majalah mingguan Tempo untuk meminta maaf atas berita yang diangkat oleh Tempo, edisi 21 - 27 Desember 2020, kepada khalayak umum," ujarnya.
"Apabila Tempo tidak meminta maaf maka saya akan coba mengambil langkah hukum, dengan tujuan agar memberi pembelajaran kepada Tempo atau siapa saja, untuk kemudian tidak ada lagi berita yang bertujuan mendiskreditkan anak bangsa tanpa fakta," pungkas Suhadi yang juga mengirimkan surat tembusan mengenai persoalan ini ke Dewan Pers.(bh/mdb) |