JAKARTA, Berita HUKUM - Sejak reformasi tahun 1998, proses transisi demokrasi Indonesia belum mampu menciptakan kesejahteraan dan keadilan. Kebijakan lingkungan yang diproduksi oleh Pemerintah dan DPR/DPRD saat ini masih kental dengan corak eksploitatif, liberal, berorientasi pasar, mendorong penghancuran lingkungan hidup serta melanggar Hak Asasi Manusia. Corak ekonomi-politik lainnya; setia bersandarkan pada skema utang luar negeri!
Fakta lainnya, bahwa perlawanan rakyat mempertahankan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, wilayah kelola, serta hak-hak atas tanah, masih dihadapkan dengan tindakan kekerasan dan kriminalisasi dari aparat negara. Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Abetnego Tarigan mengatakan bahwa proses pengadilan terhadap Anwar Sadat (Direktur WALHI Sumsel) menjadi bukti nyata upaya pembungkaman terhadap aktivis. Tentu saja peran modal (capital) tidak bisa dilepaskan dalam konteks ini. Cabang-cabang produksi negara yang penting semisal pertambangan, perkebunan skala besar, industri properti, proyek infrastruktur, dan migas, menjadi arena pertarungan penting, dimana rakyat jelata berhadap-hadapan dengan negara dan kuasa modal besar.
Akhirnya kondisinya sekarang, secara sadar pemerintah telah melupakan bumi sebagai tempat hidup kita. Melupakan bukan tidak mengetahui dan mengingat apa saja saja yang terjadi di sekitar, tetapi dari cara memperlakukan bumi. Bumi yang selalu mencari keseimbangannya dijadikan pembenar untuk terus menerus mengeksploitasi dan mencemarinya. Pemerintah abai bahwa semua itu telah menciptakan kerentanan umat manusia. Perubahan iklim dengan kecepatan yang mengkhawatirkan saat ini adalah akumulasi dari gerakan melupakan itu sendiri.
Abetnego menegaskan bahwa, sejak berdiri 32 tahun silam, WALHI dengan berbagai kelompok masyarakat melakukan berbagai upaya untuk mengingatkan dan mendesak berbagai pihak bahwa ada yang salah dengan cara kita memperlukan bumi. Kebijakan pembangunan, praktek investasi dan pola konsumsi saat ini telah membuat kita lupa untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup. Target pertumbuhan ekonomi yang diagungkan tanpa sadar telah digerogoti oleh permasalah lingkungan hidup dan berdampak serius terhadap kehidupan sosial. Pada bagian lain, bentuk pengelolaan lingkungan hidup yang lebih ramah kepada bumi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat telah menjadi minoritas dan terpinggirkan dalam kehidupan kita.
Pada hari bumi tahun ini, 22 April 2013, merupakan hari terakhir Konsultasi Nasional Lingkungan Hidup WALHI di Surabaya dengan mengusung tema “Bersih-bersih Parlemen dari Para Perusak Lingkungan”, WALHI mengingatkan kita kembali bahwa saat ini rakyat terabaikan, hak rakyat telah dirampas dan kontestasi politik saat ini tidak lagi berbicara kesejahteraan rakyat, ujar Abetnego Tarigan. Maka saatnya rakyat memiliki kesadaran politik yang kuat dalam menghadapi tahun politik ini yang juga dipenuhi sejumlah calon dari aktor-aktor perusak lingkungan.
Melalui Karnval Ogoh-Ogoh yang akan diarak mulai dari Monumen Kapal Selam menuju Grahadi pada Hari Bumi besok 22 April 2013 WALHI juga ingin mengajakan masyarakat untuk tidak memilih para calon pemimpin yang merupakan aktor perusak lingkungan (legislatif dan eksekutif) dan juga ingin mengajak masyarakat menumbuhkan kesadaran lingkungan bagi publik secara meluas dan lebih peduli melindungi bumi serta mendekatkan kita pada bumi.(rls/bhc/opn) |