Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Legislatif    
Pangan
Legislator Desak KPPU Selidiki Dugaan Penimbunan Kedelai
2021-01-09 20:43:34
 

 
JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi VI DPR RI Amin AK mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki dugaan praktik ilegal importir kedelai dengan menimbun stok kedelai saat pasokan kedelai di pasar global menipis. Jika terbukti terjadi penimbunan stok, KPPU dan Kementerian Perdagangan harus mencabut izin impor perusahaan.

Desakan ini disampailan Amin dalam rilisnya yang diterima Parlementaria, Jumat (8/1). "Persoalan kedelai ini kan selalu berulang sejak satu dekade terakhir. Persoalannya sama, yaitu instabilitas harga yang membuat pelaku usaha tempe dan tahu yang didominasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terpukul kenaikan harga," kata politisi Fraksi Pantai Keadilan Sejahtera (F-PKS) ini.

Amin menilai, pemerintah kembali gagal mengatasi lonjakan harga kedelai impor yang kemudian berdampak pada keberlangsungan usaha para pengrajin tahu dan tempe. Tren kenaikan harga kedelai di pasar global sendiri sudah muncul sejak Agustus tahun lalu, yang semestinya bisa diantisipasi oleh pemerintah.

"Dugaan penimbunan stok kedelai itu beralasan, mengingat hanya ada tiga importir yang menguasai 66,3 persen kuota impor kedelai, sehingga sangat berpeluang untuk mengontrol pasokan," ungkap Amin. Oleh karena itu, KPPU harus menyelidiki dugaan importir yang sengaja menahan pasokan kedelai. Amin juga mendesak pemerintah segera menyusun solusi jangka pendek dan jangka panjang agar persoalan kedelai ini tuntas.

Untuk jangka pendek, imbau Amin, pemerintah harus segera mencari pasokan kedelai dari luar Amerika Serikat yang selama ini menjadi sumber terbesar pasokan kedelai di dalam negeri. Dikatakan Amin, sebanyak 95 persen lebih pasokan kedelai impor berasal dari negeri Paman Sam. Persoalannya, untuk periode 2020/2021 ini, kedelai AS sudah diborong China. "Indonesia harus cari pemasok lain, karena panen kedelai lokal masih dua bulan lagi. Itupun jumlahnya sedikit," tegas legislator dapil Jawa Timur IV itu.

Dia menjelaskan, berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), hingga 10 Desember 2020 lalu, China telah membeli 58 persen kedelai Amerika Serikat untuk kontrak 2020-2021. China membutuhkan pasokan yang besar untuk kebutuhan pakan babi pasca-peternakan mereka pulih dari wabah flu babi.

Data dari S&P Global Platts Analytics menyebutkan, terjadi lonjakan permintaan ekspor kedelai AS yang diperkirakan meningkat 31 persen (year-on-year) menjadi 59,87 juta metrik ton. Hal itu memicu kenaikan harga kedelai di pasar global, dimana rata-rata harga kedelai pada Desember 2020 mencapai 461 dolar Amerika per ton, naik 6 persen dari harga November. Sedangkan rata-rata harga kedelai Amerika pada September 2020-Agustus 2021 sekitar 10 dolar Amerika per bushel, atau naik 17 persen (YOY).

"Ini tantangan bagi Menteri Perdagangan yang baru, M Luthfi, untuk mengatasi pasokan kedelai dengan mencari sumber-sumber baru dari negara di luar AS," ucap Amin. Menurutnya, dua solusi kedelai, sejumlah negara produsen kedelai yang perlu dijajaki antara lain Brasil, Argentina, Paraguay, India, Kanada, Rusia, Ukraina, maupun sejumlah negara Afrika. Selain pembelian langsung, lanjut Amin, Indonesia bisa menawarkan produk dari Indonesia sebagai komoditas barter seperti minyak sawit, kopi, dan produk unggulan lainnya.

Sedangkan solusi jangka panjang, pemerintah bisa menugaskan BUMN pangan bersama koperasi pengrajin tahu dan tempe untuk mengembangkan sentra produksi kedelai baru. Kementerian Pertanian mencatat, produksi kedelai dalam negeri berkisar 420 ribu ton per tahun atau hanya sekitar 15 persen dari total kebutuhan per tahun yang mencapai lebih dari 2,6 juta ton.

"Keterlibatan BUMN pangan yang holding-nya baru dibentuk akhir 2020 lalu, juga untuk mengontrol pasokan agar tidak dikendalikan oleh kartel," tegas Amin.

Selanjutnya Amin berharap, BUMN pangan minimal mampu mengembalikan produksi kedelai nasional seperti 10 tahun lalu yang mencapai 1,8 juta ton per tahun. Dengan umur panen yang hanya sekitar 3 bulan, kedelai lokal bisa ditanam 3 kali setahun. Artinya untuk mencapai produksi minimal 1,8 juta ton per tahun, hanya dibutuhkan lahan 300 ribu hektare yang diperuntukkan khusus untuk kedelai. "Masa sih kita enggak mampu?" tanya Amin heran.(mh/sf/DPR/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Pangan
 
  Aparat Penegak Hukum Didesak Turun Tangan Investigasi Kasus Mafia Pangan
  Ansy Lema: Bapanas Harus Bereskan Carut-Marut Pangan Nasional
  Hadapi Ancaman Krisis Pangan, Pemerintah Diminta Lebih Waspada
  Pemerintah Diminta Antisipasi Ancaman Krisis Pangan
  Harga Pangan Belum Stabil, Andi Akmal Pasluddin Tegaskan Pemerintah Segera Kerja Optimal
 
ads1

  Berita Utama
5 dari 6 Orang Terjaring OTT KPK Ditetapkan Tersangka Kasus Proyek Jalan di Sumatera Utara

Pengurus Partai Ummat Yogyakarta Buang Kartu Anggota ke Tong Sampah

Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

 

ads2

  Berita Terkini
 
5 dari 6 Orang Terjaring OTT KPK Ditetapkan Tersangka Kasus Proyek Jalan di Sumatera Utara

Psikiater Mintarsih: Masyarakat Pertanyakan Sanksi Akibat Gaduh Soal 4 Pulau

Terbukti Bersalah, Mantan Pejabat MA Zarof Ricar Divonis 16 Tahun Penjara

Alexandre Rottie Buron 8 Tahun Terpidana Kasus Pencabulan Anak Ditangkap

Pengurus Partai Ummat Yogyakarta Buang Kartu Anggota ke Tong Sampah

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2