MAKASAR, Berita HUKUM - Pemberantasan korupsi harus berjalan dari hulu ke hilir. Berdasarkan survei yang dilakukan KPK di 10 kota besar di Indonesia, hasilnya terjadi peningkatan pemahaman masyarakat terhadap politik uang. “Tetapi untuk sikapnya, pemilih memperoleh nilai merah,” kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain dalam diskusi publik “Prospek Politik Hukum Pemberantasan Korupsi Pascapemilu 2014” yang berlangsung Balai Sidang Universitas Bosowa 45, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Sulawesi Selatan pada Kamis (28/8).
Kesempatan ini juga menjadi ajang peluncuran buku hasil kajian KPK terhadap rancangan KUHP “Anotasi Delik Korupsi & Delik Lain Terkait Korupsi di RUU KUHP”. Zulkarnain mengatakan, buku ini lahir dari upaya KPK untuk terus mengawal dan mengkritisi proses penyusunan, pembahasan dan pengesahan RUU KUHP dan KUHAP yang dicurigai adanya kepentingan poltiik tertentu. “Sebab pembahasannya tidak melibatkan wacana publik,” katanya.
Selain itu, kata Zul, jika pembahasan dan pengesahan ini tidak dikawal masyarakat, maka berpotensi melahirkan polemik. “Sebagaimana yang terjadi pada UU MD3 yang ditengarai memberi imunitas bagi anggota DPR,” katanya.
Dalam kesempatan itu, hadir pula pakar hukum Universitas 45 Marwan Mas. Marwan berpendapat, sangat berbahaya bila membiarkan cita-cita para pejabat publik dan penyelenggara untuk melakukan korupsi itu terwujud. Karena itu, “Mari kita kawal upaya pemberantasan korupsi oleh KPK dan penegak hukum lainnya,” katanya.
Marwan sempat menyinggung rencana revisi KUHAP dan KUHP oleh pemerintah dan DPR baru-baru ini. “Pasal tentang korupsi memang perlu dikodifikasi, tetapi sifatnya terbuka sehingga bisa sesuai dengan semangat zaman,” katanya.(kpk/bhc/sya) |