JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang kasus jaringan teroris Aceh yang beragendakan mendengarkan keterangan saksi ahli AKBP Sapto dari labforensik Polda Sumatera Utara, hari ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (12/11) terkait kasus teror menjelang pilkada Aceh tahun lalu.
Persidangan tersebut dipimpin oleh hakim ketua Nawawi, SH. Menurut keterangan saksi ahli AKBP Sapto dipersidangan, "bahwa salah satu barang buktinya adalah sepucuk senjata laras panjang jenis M16. Senjata jenis ini, sama indentiknya dengan alur dan selongsong amunisi yang ditemukan dari 9 selongsong amunisi dan 1 peluru tajam dikediaman rumah calon bupati Aceh Utara, Misbahul Munir," ujar Sapto.
Misbahul Munir yang juga Wakil Ketua DPRK Aceh Utara, dan mantan kombatan GAM, serta pimpinan pasukan Cobra tersebut, tinggal didesa Keude Krueng, Kuta Makmur. Rumahnya ditembak oleh orang yang tidak dikenal pada saat menjelang Pilkada selasa 10 Januari 2012 lalu. Saat kejadian, anggota DPRK dari Fraksi Partai Aceh (PA) selamat karena tidak berada ditempat. Penembakan itu terjadi pada pukul 04.00 WIB. Pada saat itu, dia dan keluarga sedang tidak berada dirumah. Serta tak melakukan penembakan saja, ternyata para pelaku juga ada upaya pembakaran rumah dengan membakar pintu rumah mengunakan bom molotov.
Sedangkan pengacara terdakwa, Made R. Marasabessy, SH mengatakan kepada BeritaHUKUM.com selepas persidangan, "keterangan saksi ahli ini merupakan pertanyaan yang disampaikan oleh teman-teman JPU tadi. Tetapi itu kan tidak mengarah kepada beliau sebagai ahli. Ia memberikan pendapatnya bukan secara fakta, karena sudah sering ditegur oleh Majelis Hakim. Apakah ini kasus tentang pidanan Umum, apa terorisme," ujarnya
Ketika saya bertanya ke saksi ahli, "apakah materi yang diberikan saksi ahli ini bisa diberikan pada sebuah seminar?", kemudian dijawabnya, "tadikan sudah saya jawab tidak, berarti itu pengetahuan bukan pendapat," tambahnya.
Bila dia bicara soal senjata kalau masuk kategori pasal 6, senjata itu termasuk pidanan umum. Sementara desain pembuatan bom dibuat di satu tempat, saksi ini memberikan pendapat, dia hanya memberikan keterangan fakta, namun ini keteranganya sudah kita serahkan dan dicatat oleh hakim, dan biarlah hakim yang mulia untuk menilainya. Jadi saksi ini tidak layak menjadi saksi ahli karena yang diberikanya merupakan keterangan fakta.
Ketika saya bertanya tadi di persidangan, "apakah senjata ini bisa digunakan untuk kejahatan umum atau tidak?", saksi menjawab "bisa", ujar saksi.
Sementara Jaksa juga tidak dapat mengahadirkan barang bukti berupa rangkaian bom itu, karena dinilai sangat berbahaya. Yang saya pertanyakan, 'apa yang lebih berbahaya dari senjata M16 dan AK 56 ini dari bom itu, tetap saja mereka tidak dapat mengahadirkan barang bukti di persidanganan. Dan saya akan terus melakukan penekanan," pungkas pengacara terdakwa Made R. Marasabessy, SH.(bhc/put) |