JAKARTA-Mahkamah Konstitusi (MK) siap menerima permohonan pengajuan pembubaran partai politik. Wacana pembubaran parpol menguat, seiring dengan tudingan Muhammad Nazaruddin terhadap sebuah partai besar yang telah menampung aliran-aliran uang panas yang bersumber dari APBN.
"Prinsipnya, MK tidak akan pernah menolak begitu saja permohonan yang masuk. Apakah punya legal standing atau tidak, nanti MK yang akan memeriksa dan diputuskan. Kami melihat dasar-dasar yuridisnya sebelum menerima dan menolaknya," kata hakim MK Hamdan Zoelva dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Kamis (28/7).
Namun, lanjut dia, hingga kini belum ada yurisprudensi mengenai pembubaran parpol, karena terjadi kasus pidana. Dalam konstitusi disebutkan, proses pembubaran parpol dilakukan melalui mekanisme pengajuan di MK. "Mau diajukan pemerintah atau perorangan, MK tidak akan serta-merta menolak. Tetap kami akan periksa," tukasnya.
Sementara guru besar hukum tata negara Universitas Hasanuddin (Unhas) Laica Marzuki memembenarkan prinsip lembaga peradilan tak boleh menolak permohonan perkara yang diajukan pihak mana pun. Tiap perkara yang masuk, wajid diperiksa. Apa pun putusannya, setiap pihak yang berperkara harus menghormatinya, karena keputusan MK bersifat final dan mengikat.
Sedangkan untuk memperkuat sistem presidensial, lanjut dia, perlu dilakukan penyederhanaan partai politik yang harus diikuti dengan perubahan konstitusi. Perlu diadopsi sistem penyederhanaan partai politik. "Sesuatu yang naif, saat kita membangun sistem presidensial, tetapi pada saat yang sama dibangun pula multipartai yang makin mekar di persemaian politik nusantara," ujar mantan hakim MK tersebut.
Laica menjelaskan, untuk membentuk pemerintahan yang kuat, seharusnya didukung mayoritas partai politik di parlemen. "Multi partai tidak dapat menumbuhkan pemerintahan presidensial secara utuh. Pemerintah yang kuat tidak bakal terwujud karena tercabik bargaining partai yang berkoalisi," jelas dia.(rob)
|