JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Hasil perubahan (amendemen) pasal 1 ayat 2 UUD 1945. Atas Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) RI yang tidak memegang kedaulatan rakyat. Menjadikan Lembaga MPR bukan lagi Lembaga tertinggi negara.
"Sehingga kedudukan antara MPR, DPR, DPD, Eksekutif (Pemerintah) dan Yudikatif menjadi sama," ujar Ketua Fraksi PDIP MPR RI, Yasona H. Laudy saat menjadi pembicara Diskusi publik yang bertema; Pancasila & UUD 1945 Meneguhkan Kedaulatan, Kemandirian dan Kepribadian Indonesia, yang digelar di aula gedung GMNI, Cikini, Jakarta, Jumat (29/6).
Menurut Yasona, atas kebijakan tersebut Indonesia menjadi negara hukum. "Karena setiap apapun, yang dikeluarkan pemerintah seperti UU bisa dikontrol lagi, apalagi dengan kehadiran Mahkamah Konstitusi (MK)," tambahnya.
Dirinya membandingkan, dengan keadaan saat rezim order baru. Dimana setiap kebijakan Pemerintah seperti UU tidak bisa dikompromikan lagi. "Apalagi Undang-undang dasar yang tingkatannya hampir menyerupai kitab suci," tegasnya.
Selain itu, keberadaan MPR yang menjadi Lembaga tertinggi, memungkinkan orang berkuasa secara absolute. Karena, MPR merupakan Lembaga tertinggi yang membawahi Lembaga DPR, Presiden dan Kehakiman. "Karena itu, Soeharto bisa berkuasa 32 tahun lebih," pungkasnya.
Seperti diketahui, sebelum diamendemen pasal 1 ayat 2 berbunyi, kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Setelah diamandemen berbunyi, Kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh rakyat sesuai dengan Undang-undang Dasar (UUD).
Tetapi keadaan Bangsa ini, masih tetap sama? Bahkan, menurut pakar kebangsaan ini, akibat berubahnya pasal ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi kabur.(bhc/biz) |