JAKARTA, Berita HUKUM - Aksi teror kembali terjadi. Rumah Ketua PA 212, KH Slamet Maarif, dilempari batu oleh orang tak dikenal pada Selasa dini hari (18/2) sekitar pukul 03.00 WIB. Kaca jendela rumah pun pecah berantakan.
Tak hanya itu, aksi teror ini kembali terjadi saat Slamet Maarif melakukan shalat subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya di Cimanggis, Depok. Seperti teror ke rumahnya, batu-batu dilempar ke arah pintu masjid. Kejadian ini sudah dilaporkan ke Polsek Cimanggis.
Sejumlah dugaan pun muncul. Paling kuat adalah terkait dengan rencana aksi unjuk rasa PA 212 bersama Elemen Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama yang mendesak penyelesaian sejumlah kasus korupsi. "Dalam kriminologi, ada embrio kejahatan, ada faktor korelatif, ada ancaman faktual. Dari sini bisa dicari pelempar batu bisa diduga ada kaitan dengan rencana aksi 212 Jumat yang akan datang di Jakarta.
Aksi ini menuntut penanganan kasus mega korupsi yang kerugiannya berpuluh-puluh triliyun rupiah, tapi aparat dan penguasa seperti kongkalingkong. Enggan mengusut karena pelakunya orang-orang partai pendukung penguasa," beber Pengurus MUI Pusat, Anton Tabah, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (18/2).
Karena itu, Anton Tabah pun menduga pelaku teror di kediaman Slamet Maarif tak jauh dari kasus-kasus yang disebutkannya. Setidaknya, pelaku mendapat perintah dari mereka yang memang terkait dengan kasus tersebut.
"Maka saya sebagai pengurus MUI yang juga kebetulan senior Polri berharap pihak aparat cepat menangkap pelaku teror dan ungkap aktor intelektualnya. Supaya segalanya jadi terang benderang, secara tupoksi penyidik memang membuat terangnya perkara," imbuhnya.
Menurut mantan Jenderal Polri ini, aksi teror di rumah Ketua PA 212 punya faktor korelatif kriminogen yang mudah dideteksi dan rasanya tidak akan sulit untuk diungkap.
"Termasuk kasus Harun Masiku dkk, itu sejatinya kasus yang relatif mudah. Tetapi kenapa menjadi sulit ya?" tanya cendikia Muslim ini.
"Dulu tempat HRS biasa sholat n duduk-duduk di padepokannya di Mega Mendung ditembaki. Sekarang yang disasar pimpinan PA 212. Apa umat mau nunggu sampai semua tokoh diteror? Apa tak ada cara menghentikan dukungan kepolisian kepada rezim kalau dianggap sudah nyimpang dari kaidah hukum, UU, apalagi UUD, bhkan juga kitab suci yg jadi pedoman dari hampir 90 persen penduduk nya?" tandas Anton Tabah.
Anton Tabah pun mengingatkan kepada para penegak hukum untuk bertindak adil. Karena hukum dan keadilan yang ditegakkan dengan benar adalah pondasi untuk membuat NKRI tetap kuat.
Termasuk dalam merespons rencana aksi PA 212 pada Jumat mendatang. Karena rakyat memang sudah seharusnya mengingatkan penguasa yang lalai. Salah satu caranya adalah dengan menggelar aksi unjuk rasa.
Terlebih, aksi unjuk rasa pun dijamin oleh konstitusi. Karena siapa pun tak boleh melarang apalagi menghalangi-halangi sebuah upaya penyampaian pendapat masyarakat.(ad/RMOL/bh/sya)
|