JAKARTA, Berita HUKUM - Pada tanggal 2 Mei 2013, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Banda Aceh yang dipimpin oleh Yusri Arbi telah memenangkan gugatan yang diajukan oleh PT Kalista Alam terhadap SK pencabutan ijin usaha perkebunan Budidaya (IUP-B) yang dikeluarkan oleh Gubernur Aceh. Dalam amar keputusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa SK pencabutan ijin usaha tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan karena mengeluarkan putusan yang belum berkekuatan hukum tetap karena perkara tersebut sedang dalam proses pemeriksaan Kasasi di Mahkamah Agung. Putusan Hakim juga memerintahkan agar Gubernur Aceh, Zaini Abdullah mencabut SK No. 525/BP2T/5078/2012 tentang Izin Usaha Perkebunan Budidaya terhadap PT Kalista Alam.
WALHI menyesalkan keputusan tersebut dan berpandangan: (Pertama); kesalahan terbesar dalam putusan tersebut bahwa Majelis Hakim melupakan dasar pencabutan SK bukan hanya putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negeri. Harusnya, hakim juga melihat Keputusan TUN yang lama bertentangan dengan Undang-Undang. (Kedua); bahwa keputusan TUN yang baru, dikeluarkan oleh pejabat TUN yang sah, jadi tidak ada basis argumentasi bahwa KTUN tersebut harus dicabut. (Ketiga); harusnya gugatan PT Kalista Alam menunggu putusan MA, dan sepatutnya PTUN Banda Aceh mengesampingkan gugatan tersebut dan menunggu hasil dari MA. Karena juga sesungguhnya didalam UU PTUN perkara tersebut harusnya final di tingkat pengadilan tinggi dan tidak perlu kasasi. (Keempat); dalam konteks krisis lingkungan hidup, Majelis Hakim tidak memahami substansi dan urgensi perlindungan terhadap lingkungan hidup dan rakyat di tengah bencana ekologis yang terjadi di Aceh yang dikeluarkan dalam bentuk SK pencabutan ijin kepada PT Kalista Alam.
Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Abetnego Tarigan menyatakan bahwa, “WALHI sebagai tergugat interven akan banding terhadap putusan PTUN Banda Aceh dan mendorong Gubenur Aceh tidak menyerah dengan aktor perusak lingkungan dan melakukan upaya hukum yang sama sebagai bagian dari komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup dan masyarakat yang menjadi mandat pengurus negara yang harus dijalankan sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 32/2009,” ujarnya.
Upaya banding yang akan dilakukan oleh WALHI diyakni sebagai upaya perjuangan hukum dan jalan untuk memperjuangkan keadilan ekologis, ditengah skeptisnya publik terhadap upaya penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan di Indonesia, khususnya di provinsi Aceh.(rls/bhc/opn) |