MEDAN, Berita HUKUM - Mantan Plt Wali Kota Pematang Siantar tahun 2003, Kurnia Rajasyah Saragih hadir sebagai saksi dalam perkara tindak pidana korupsi dengan terdakwa Panahatan Sihombing, selaku Bendahara Pemko Pematangsiantar priode 2000 - 2005, yang bertempat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (10/9) petang.
Dalam kesaksiannya, Kurnia yang kini berstatus terpidana pada kasus serupa, yaitu tekornya kas Pemko Pematang siantar menjelaskan bahwa, sebagian dana sudah dikembalikan ke Pemko Siantar melalui rekening Bank Sumut tertanggal 5 September 2011, sebesar Rp 45 juta.
"Saya menjabat Plt Wali Kota Pematang siantar tahun 2003, setelah Walikota Marim Purba dinonaktifkan. Saya melaksanakan tugas rutin yang dikerjakan Walikota sebelumnya. Setelah menerima laporan keuangan dari bidang bendahara. saya akhirnya mengetahui ada beberapa laporan keuangan yang tidak masuk", ujarnya dihadapan ketua Majelis Hakim Denni Tobing.
Ia menyebutkan, tekornya kas daerah pemko Siantar akibat sistem panjar yang dilakukan untuk beberapa pembayaran di beberapa Dinas saat itu, sebenarnya sudah lazim terjadi, bahkan sebelum dirinya menjabat wakil Walikota dan akhirnya menduduki posisi Plt Walikota Pematang siantar tersebut.
Mendengar jawaban tersebut, Jaksa Penuntut Umum Netty Silaen bertanya, "apakah sistem panjar memang rutin atau kerap dilakukan di Pemko Siantar?, Anda membenarkan ada sistem panjar?", tanya Netty.
Mendengar pertanyaan Jaksa, Kurnia mengatakan bahwa dirinya menyadari bahwa sistem panjar untuk membayar kebutuhan di beberapa Dinas sebenarnya salah. "Saya baru tau bahwa panjar itu salah setelah kasus ini muncul", ujarnya.
Diluar persidangan, Panahatan Sihombing saat dimintai komentarnya menjelaskan bahwa, kasus yang menimpanya sangat merugikannya secara personal. Pasalnya, kasus ini sebenarnya sudah inkrah, dan dirinya sudah diputuskan menjalani penjara selama 20 bulan atau 1 tahun 8 bulan, ketika kasus ini pertama kali ditangani Polres setempat terkait dugaan korupsi ketekoran kas daerah tahun 2005.
Namun ia mengaku heran, kenapa kasus ini kembali dibuka oleh Polda Sumut dengan dua Mantan Walikota Pematang Siantar, Marim Purba dan Edita Napitupulu selaku Kasubag di Pemko Siantar.
"Sebenarnya kasus saya sudah inkrah dan saya resmi ditahan sejak 24 November 2011 lalu. Saat itu kasus ini ditangani Polres setempat dengan dugaan korupsi pada tahun 2005. Sementara saat masa tahanan saya sudah mau habis, Polda Sumut malah membuka kasus dengan dugaan korupsi ketekoran kas daerah Pemko Siantar pada tahun 2003, dan menjadikan saya tersangka lagi. Kok bisa mundur begini", ujarnya.
Ia menambahkan, pada saat menjalani persidangan dengan kasus dugaan korupsi tahun 2005 ia didakwa telah merugikan negara sebesar Rp 1,2 milyar, di mana sebagian dananya sebesar Rp 250 juta sudah dikembalikan ke kas daerah. Sementara pada kasus serupa yang dibuka Polda Sumut dengan dugaan korupsi tahun 2003, ia bersama dua orang tersangka lain diduga merugikan negara sebesar Rp 1,6 milyar.
Atas tindakannya tersebut, JPU pun mendakwanya dengan Pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 UU RI No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI no 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara minimal hukuman empat tahun penjara.
Kurnia Saragih merupakan Wakil Walikota Pematang siantar periode 2000 – 2005. Tahun 2003, saat Marim Purba dinonaktifkan dari jabatan Walikota, Mendagri menetapkan Kurnia sebagai Plt Walikota Pematang siantar. Selama memimpin itulah terjadi ketekoran kas di Pemko Pematang siantar.
Tidak begitu lama setelah menjabat Wakil Walikota periode berikutnya, Kurnia diadukan terkait kasus ketekoran kas Pemko Pematang siantar ke Polres setempat. Sejak saat itu, kasus ketekoran kas pun menjadi persoalan hukum.
Sementara dipersidangan, Majelis Makim menunda persidangan pada Senin mendatang untuk mendengarkan keterangan dua orang saksi lainnya yaitu mantan Wali Kota Pematang Siantar Marim Purba dan Edita Napitupulu selaku Kasubag di Pemko Siantar.
Sementara itu, JPU menyatakan dengan disidangkannya terdakwa bersifat bebas tampung. Artinya, masa tahanan terdakwa yang sudah mau habis, kemungkinan akan ditahan kembali setelah adanya vonis perihal kasus baru yang ditanganinya saat ini.(bhc/put)
|