JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Masyarakat harus diberikan akses melakukan kontrol terhadap partai politik (parpol). Satu di antaranya untuk bisa mengajukan pembubaran suatu partai politik ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini dikatakan ahli tata negara Irman Putra Sidin, ketika dihadirkan sebagai ahli dalam sidang uji material (Judicial review) Pasal 68 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang berlangsung di gedung MK, Jakarta, Selasa (15/11).
Menurut dia, hal ini sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Jika hanya pemerintah yang berhak mengajukan permohonan pembubaran suatu parpol, maka hal itu melanggar konstitusi. "Pembubaran parpol hak ekslusif pemerintah yang berakibat rakyat kehilangan hak pembubaran parpol tertentu, karena hal ini inkonstitusional," jelas Irman.
Jika warga negara diberi ruang atau hak mengajukan pembubaran parpol, imbuh Irman, dapat berdampak positif bagi masyarakat dan parpol itu sendiri. "Jika parpol sudah melenceng jauh dari tujuannya, rakyat patut diberi hak untuk mengajukan pembubaran parpol ke MK," imbuh dia.
Dijelaskan, permohonan uji material atas Pasal 68 ayat (1) UU Nomor 24/2003 tentang MK tersebut, sebenarnya ditujukan untuk mengembalikan parpol dalam kedaulatan rakyat. Pengujian ini untuk menempatkan parpol ke dalam postulatnya menjunjung kedaulatan rakyat, seperti dijamin dalam konstitusi," tandas Irman.
Sementara Ridwan Saidi menyatakan bahwa parpol yang ada saat ini sudah tidak mampu menjalankan fungsinya. "Contohnya saja Partai Demokrat, tujuh kader mereka saat ini terlibat kasus korupsi. Hal itu bertentangan dengan jargon pemberantasan korupsi yang dikampanyekan Pemilu 2009," Ridwan Saidi.
Meski banyak kader Partai Demokrat terlibat korupsi, lanjut dia, namun parpol tersebut masih eksis hingga saat ini. Hal tersebut disebabkan hanya pemerintah yang punya hak untuk ajukan pembubaran parpol ke MK. "Karena pembubaran parpol bermasalah dimonopoli pemerintah, rakyat jadi tidak memiliki suara," ujarnya.
Seperti diketahui, permohonan pengujian Pasal 68 ayat (1) UU MK yang mengatur pembubaran parpol ini diajukan aktor senior Pong Harjatmo, Budayawan Ridwan Saidi, dan beberapa aktivis lain. Pasal itu dianggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 27 ayat (1), 28D ayat (1) UUD 1945, karena kedaulatan ada di tangan rakyat.
Sedangkan pengujian Pasal 48 ayat (1), (2), (3), dan ayat (6) UU Parpol, dinilai telah mengesampingkan kewenangan absolut MK yang telah diberikan UUD 1945. Pemohon pun meminta mekanisme pemberian sanksi dan pembekuan parpol itu harus langsung diajukan kepada MK.(tnc/wmr)
|