SAMARINDA, Berita HUKUM - Peringatan Hari Buruh atau lebih dikenal dengan May Day di kota tepian Samarinda pada Minggu (1/5) berlangsung tertib. Sedikitnya tidak lebih dari 500 orang yang tergabung di Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kalimantan Timur (Kaltim), dan Serikat Pekerja (SP) Kahutindo Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) yang berunjukrasa di depan Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Kaltim.
Pantauan pewarta BeritaHUKUM.com di lokasi, aksi dari berbagai elemen buruh yang kebanyakan menggunakan sepeda motor sekitar pukul 10.00 Wita mendatangi kantor Diksnakertran Jl. Kemakmuran Samarinda. Namun, aksi untuk memperingati Hari Buruh se dunia tersebut di Samarinda ada yang berbeda dalam tuntutan untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada walikota Samarinda.
Dalam aksi kali ini. elemen buruh yang tergabung dengan SPSI Kaltim dan SP Kahutindo Samarinda diterima Walikota Samarinda beserta jajaran terkait di Aula Disnakertrans Kaltim, dengan menyuguhkan berbagai doorprize. Sedangkan elemen buruh dari ratusan FBI tidak diperkenankan masuk ke arel Diknas Kaltim dan hanya berpanasan di luar pagar yang di jaga ketat oleh puluhan aparat Polisi.
Kordinator aksi buruh dari FBI Kaltim, Siregar kepafa wartawan mengatakan bahwa, aksi mereka kali ini dengan ratusan anggota yang ingin menyampaikan aspirasi mereka kepada Walikota Syahari Jaang, namun Walikota Samarinda ini dituding telah melakukan diskriminasi dengan hanya menemui elemen buruh lain saja dan dan tidak mau menemui kami dari FBI. Kami hanya menyampaikan aspirasi namun di tolak, ujar Siregar.
"Ini peringatan May Day hari buruh se dunia, namun ada diskriminasi dari walikota Samarinda, kami tidak diterima, kami juga ingin menyampaikan aspirasi kami," ujar Siregar, dengan lantang.
Disamping itu elemen pekerja buruh penyapu jalanan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) kota Samarinda yang dikordinir oleh Sultan, juga sangat kecewa dengan sikap walikota Syahri Jaang, yang dituding tidak mau ketemu mereka untuk menyampaikan aspirasi mereka. Dikatakan kedatangan mereka dalam memperingati May Day atau hari buruh sedunia adalah untuk menyampaikan aspirasi mereka dan mempertanyakan atas pemotongan BPJS yang dilakukan oleh Dinas DKP, yang tidak semestinya ada yang Rp 250.000,- hingga Rp 300.000,- perbulan, padahal pemotongan BPJS yang semestinya hanya Rp 30.000,- dan mereka meminta Walikota harus bisa membayar kembali dari total pemotongan BPJS yang telah dilakukan kurang lebih Rp 7 Milyar, kembalikan kepada buruh, tegas Sultan.
"Ini peringatan May Day baruh buruh sedunia, kami tidak diterima Walikota untuk menyampaikan aspirasi kami. Kami menuntut pemotongan yang dilakukan DKP untuk BPJS Rp 300.000. Padahal BJSS yang seharusnya hanya 2 persen dari gaji Rp 1.500.000, jadi hanya Rp 30.000, harus di kembalikan, dana kuran Rp 7 Milyar yang telah dipotong dari buruh penyapu jalanan harus dikembalikan," jelas Sultan.
Sultan juga menyebut bahwa para buruh yang ada di perusahan diberikan upa sesuai UMR di Kaltim yang telah ditetapkan Walikota namun buruh pekerja penyapu jalanan pada Dinas DKP hanya di berikan upah hanya Rp 1.500.000,- ini yang kami peryanyakan, jelas Sultan.
Menanggapi adanya diskriminasi Walikota terhadap elemen buruh dalam melakukan aksi May Day, Syahari Jaang mengatakan, sebenaran tidak ada jarak antara dirinya dengan FBI karena mereka baru menyampaikannya pada hari Jumat (29/4) jadi tidak ada diskriminasi, tegas Syahari Jaang.
"Tidak ada jarak atau diskriminasi dengan mereka SBI, mereka baru ketemu saya Jumat, jadi tidak ada diskriminasi atau jarak dengan mereka. Saya juga dari buruh aku yel yel tapi itu buruh," ujar Jaang panggilan akrab Walikota Samarinda.
Disinggung mengenai adanya pemotongan BPJS dan tuntutan upah dari buruh DKP, Jaang mengatakan itu adalah pekerjaan yang diberikan pemerintah, jadi sekarang masih dipelajari. Mereka itu pegawai pemerintah yang di gaji pemerintah, bukan pegawai jadi bukan tenaga kerja jadi bukan UMK, pungkas Jaang.(bh/gaj) |