JAKARTA, Berita HUKUM - Guru Rosita (36) terus bersemangat dalam memperjuangkan haknya. Pekan lalu ia mencurahkan masalah yang menimpa ke Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Bagaikan peribahasa sudah Jatuh tertimpa tangga, mungkin peribahasa tersebut sangat cocok untuk menggambarkan situasi dan kondisi yang saat ini dialami oleh seorang guru pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Medan bernama Rosita, dimana Ibu Guru Rosita yang sudah belasan tahun mengabdikan dirinya dengan tulus dan ikhlas untuk menjadi abdi bangsa dan negara di dunia pendidikan dengan menjadi seorang Guru.
"Saya harus berhenti mengajar karena dipecat oleh sekolah tempatnya mengajar, tapi saya akan terus berjuang," ujar Rosita, kepada wartawan di Jakarta, Senin (19/12).
Persoalan ini makin menyakitkan dirasakan Guru Rosita, mengingat pemberhentian dirinya sebagai seorang guru didapat tatkala dirinya sedang berjuang melawan rasa sakit yang amat luar biasa akibat adanya dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh salah seorang murid tempat dirinya mengajar.
Namun harapan Ibu Guru Rosita untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan dari sekolah tempatnya mengajar nampaknya harus dikubur dalam-dalam, dimana justru sekolah yang mengetahui persis penyebab sakitnya Ibu Guru Rosita tidak mau menerima kembali Ibu Guru Rosita untuk mengajar.
Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ("Undang-Undang Ketenagakerjaan") yang melarang adanya pemecatan terhadap karyawannya yang sakit, hal mana pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Kuasa Hukum Yayasan Perguruan Sutomo Medan pada saat mediasi di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan pada hari Senin, Tanggal 07 November 2016 dengan agenda rencana pemutusan hubungan kerja Ibu Guru Rosita oleh Yayasan Perguruan Sutomo Medan.
Namun perlu diketahui bahwa berdasarkan pada Pasal 155 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan, pemutusan hubungan kerja tanpa disertai penetapan pengadilan yang sah adalah batal demi hukum, namun meskipun sampai dengan saat ini Pengadilan Hubungan Industrial belum memutuskan pemutusan hubungan kerja antara Ibu Guru Rosita dengan Yayasan Perguruan Sutomo Medan, Ibu Guru Rosita sudah tidak lagi menerima upah kerja sejak bulan Juli tahun 2016 sampai dengan sekarang dari Yayasan Perguruan Sutomo Medan padahal pembayaran upah tersebut masih melekat sebagai kewajiban Yayasan Perguruan Sutomo Medan, selain itu yang menjadi pertanyaan mengapa fasilitas BPJS yang dimilikinya masih dapat digunakan sampai dengan saat ini, meskipun terdapat penurunan kelas dari kelas 1 menjadi kelas 3.
Selain itu, Yayasan Perguruan Sutomo Medan juga telah tidak patuh terhadap surat anjuran yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan Nomor 567/6554/DSTKM/2016 Tanggal 11 November 2016 yang pada intinya menyatakan bahwa Yayasan Perguruan Sutomo Medan belum dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada Ibu Guru Rosita dikarenakan belum adanya putusan pengadilan manapun yang menyatakan bahwa hubungan kerja antara Ibu Guru Rosita dengan Yayasan Perguruan Sutomo Medan telah berakhir, dimana berdasarkan surat anjuran tersebut dapat disimpulkan bahwa Ibu Guru Rosita sampai dengan saat ini seharusnya masih menerima upah kerja sebagaimana yang ditentukan pada Pasal 93 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan, akan tetapi pada faktanya Ibu Guru Rosita tidak lagi menerima upah kerja sejak terakhir menerimanya di bulan Juni 2016, hal tersebut nyata-nyata telah menyalahi ketentuan daripada Undang-Undang Ketenagakerjaan dimaksud. dimana melalui suratnya Nomor 3168/RB/SK/XI/2016, Tanggal 22 November 2016, Yayasan Perguruan Sutomo Medan justru mengkonfirmasi bahwa hubungan kerja antara Ibu Guru Rosita dengan Yayasan Perguruan Sutomo Medan telah berakhir pada Tanggal 30 Juni 2016 dengan mengacu pada Surat
Keputusan Nomor 152.SP.YPS-PA.15. Namun secara hukum bilamana mengacu pada Pasal 59 ayat (4) dan ayat (6) Undang-Undang Ketenagakerjaan maka sejatinya perjanjian untuk tahun ke 14 (empat belas) tersebut adalah batal demi hukum dan secara hukum Ibu Guru Rosita patut untuk dinyatakan sebagai karyawan tetap.
DIANGGAP MENGUNDURKAN DIRI
Lebih parahnya lagi, Yayasan Perguruan Sutomo Medan sudah menyatakan sikap pada saat diselenggarakannya mediasi di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan untuk tidak memberikan pesangon kepada Ibu Guru Rosita, karena menganggap Ibu Guru Rosita telah mengundurkan diri karena tidak mengajar di sekolah, padahal menurut keterangan dari Ibu Guru Rosita, dirinya telah beberapa kali mengirimkan surat kepada sekolah tempatnya mengajar yang berisi permohonan izin sakit yang disertai dengan bukti-bukti keterangan Dokter namun selalu ditolak untuk diterima.
Hal tersebut menjadi pukulan yang amat telak bagi dirinya karena sekolah terkesan ingin memutuskan komunikasi dengannya, padahal Ibu Guru Rosita berharap adanya perlindungan dari Yayasan Perguruan Sutomo Medan, selaku tempat dimana dirinya mengabdikan dirinya selama hampir 14 Tahun terhadap peristiwa yang dialaminya.
Tentunya pernyataan yang disampaikan oleh Yayasan Perguruan Sutomo Medan melalui Kuasa Hukumnya pada saat digelarnya mediasi di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan pada hari Senin, Tanggal 07 November 2016 merupakan mimpi buruk yang menjadi nyata, dimana kesetiaan serta keikhlasan Ibu Guru Rosita untuk rela mengajar selama lebih kurang 14 Tahun dengan status tenaga kontrak kini dibayar dengan pemecatan tanpa pesangon sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang.
Untuk itu Ibu Rosita sangat mengharapkan perhatian dari Pemerintah agar lebih memperhatikan lagi nasib para guru, terutama mengenai masalah kesejahteraan guru kontrak dan kejelasan status pada lembaga tempatnya mengajar.
Sementara itu Staf Presiden, Subandi mengatakan surat dari Guru Rosita sudah diterima dan pasti dibaca Presiden dan akan diproses.
"Tanggal 9 Desember surat sudah masuk, diproses 10 hari kerja," ujar Subandi.
(bh/dbg) |