JAKARTA, Berita HUKUM - Pertamina sudah bekerjasama dengan KPK dalam hal pelaporan gratifikasi sejak 2010. Menurut Compliance Manager PT Pertamina, Mindaryoko, saat ini, tiap unit kerja di Pertamina sudah saling terhubung. “Bahkan sampai unit terkecil sekalipun di seluruh wilayah operasi Pertamina sudah terhubung dengan kantor pusat,” katanya.
Sistem dan teknologi informasi di Pertamina, telah mapan. Karena itu, tidak sulit ketika perusahaan minyak plat merah ini membangun sistem pelaporan berbasis online yang mampu mengakomodasi kebutuhan 15 ribu pegawainya yang tersebar di seluruh Indonesia. “Pekerja di mana pun bisa mengakses sistem kita.”
Sistem pelaporan ini mampu memonitor tiga aspek, yakni penerimaan, pemberian dan permintaan dalam kaitannya dengan gratifikasi dalam sekup luas. “Dengan kebutuhan itu, kita bangun aplikasi yang mampu memonitor ketiga aspek tadi,” katanya. Pelaporan yang masuk dan ditampung oleh sistem, berkaitan dengan penerimaan, pemberian dan permintaan. “Itu ada atau tidak transaksi, wajib dilaporkan,” ujarnya, seperti yang dilansir situs KPK, Jumat (17/1).
Di awal implementasi sistem compliance online system (Compol) ini, hanya menangani lingkup korporat saja. Baru sejak medio tahun lalu, Compol juga diberlakukan bagi pegawai di anak perusahaan Pertamina.
Sistem Compol sejatinya adalah sistem yang memantau kepatuhan pada pekerja. Tidak hanya memuat aspek gratifikasi, tetapi juga aspek yang berkaitan dengan conflict of interest, code of conduct dan pelaporan LHKPN. “Ini untuk membentuk culture pekerja yang membentuk integritas,” katanya.
Untuk membuat sistem itu, ada banyak tahapan yang harus dilalui Pertamina. Tidak mudah memang. Tapi, ini sudah dicicil sejak diberlakukannya whistle blowing system (WBS) sejak Agustus 2008. Sistem WBS ini memegang teguh tiga prinsip, yakni rahasia, anonim dan independen. Sebagai bentuk independensi, WBS dikelola secara teknis oleh pihak ketiga.
Menurut Widiarta Wahyupasha, Fungsional Direktorat Gratifikasi KPK, sistem yang dibangun Pertamina erat kaitannya dengan prinsip-prinsip Good Coorporate Governance (GCG), yakni transparency, accountability, responsibility, independency, dan fairness. “Ini implementasi dari prinsip GCG yakni responsibility,” katanya.
Wahyu mengapresiasi sejumlah perusahaan plat merah yang telah mencanangkan Gerakan BUMN Bersih di lingkungannya, termasuk Pertamina. “Memang ini tujuan kita agar menjadi gerakan bersama dan gratifikasi harus dikendalikan.”
Didasari semangat untuk mencegah praktik suap, gratifikasi dan uang pelicin di kalangan pemerintahan dan bisnis, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong sektor swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Civil Society Organization (CSO) menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance. Karena itu, menurut Wahyu, peran swasta sangat penting dalam pencegahan korupsi. “Sebab, korupsi dan penyuapan mendorong praktik persaingan yang tidak adil dan berdampak pada aspek perekonomian suatu bangsa,” katanya.(kpk/bhc/sya) |