JAKARTA, Berita HUKUM - Salah seorang pegawai BUMN yang akan maju sebagai calon legislatif dari Parta Gerindra, FX Arief Poyuono, mengajukan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu Legislatif). Sidang perdana perkara yang teregistrasi dengan Nomor 57/PUU-XI/2013 digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (12/6).
Pada sidang yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, Pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya Habiburokhman menjelaskan hak konstitusional Pemohon terlanggar dengan berlakunya Pasal 51 ayat (1) huruf k UU Pemilu Legislatif. Menurut Habiburokhman, pasal tersebut memuat rumusan yang tidak tepat karena mensyaratkan setiap WNI yang menjadi bakal calon anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk mengundurkan diri sebagai Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, PNS, Anggota TNI, Anggota Kepolisian, Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas dan Karyawan pada BUMN/BUMD/Badan lain yang keuangannya bersumber pada keuangan negara. Akan tetapi, lanjut Habiburokhman, pasal tersebut tidak mensyaratkan hal tersebut kepada Menteri dan Pejabat Setingkat Menteri. “Hal tersebut tidak adil dan tidak mencerminkan persamaan di muka hukum karena tidak mensyaratkan Menteri dan Pejabat Setingkat Menteri untuk juga mengundurkan diri,” ujarnya.
Pemohon menjelaskan jika menteri dan pejabat setingkat menteri tidak disyaratkan mengundurkan diri, maka sangat dimungkinkan ia menyalahgunakan jabatan dan fasilitas yang ia dapatkan untuk kepentingannya sendiri sebagai calon anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
“Oleh karena itu jelas sangat tidak adil dan tidak ada persamaan dimuka hukum jika Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, PNS, Anggota TNI, Anggota Kepolisian, Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas dan Karyawan pada BUMN/BUMD/Badan lain yang keuangannya bersumber pada keuangan negara disyaratkan mengundurkan diri sementara Menteri dan Pejabat Setingkat Menteri tidak disyaratkan mengundurkan diri,” paparnya.
Untuk itulah, lanjut Habiburokhman, Pemohon meminta agar Pasal 51 ayat (1) huruf k dibatalkan. Selain itu, Pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 51 ayat (1) huruf k UU tersebuut sepanjang frasa “mengundurkan diri sebagai Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Direksi, Komisaris, Dewan Pengawas dan Karyawan pada Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah atau Badan lain yang keuangannya bersumber pada keuangan negara“ dinyatakan bertentangan dengan Pasal 22 E ayat 1, Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.
“Sepanjang tidak dimaknai ‘Jika Warga Negara Indonesia tersebut seorang Menteri atau pejabat setingkat Menteri atau Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah atau Pegawai Negeri Sipil atau Anggota Tentara Nasional Indonesia atau Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas atau Karyawan pada Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah atau Badan lain yang keuangannya bersumber pada keuangan negara” maka ia harus mengundurkan diri’,” jelasnya.
Menanggapi permohonan Pemohon, Majelis Hakim Konstitusi menyarankan agar Pemohon memperbaiki permohonan. Terutama memperbaiki argumentasi mengenai norma dalam UUD 1945. “Diperbaiki pasal yang menjadi batu uji dalam UUD 1945,” ujar Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.(la/mk/bhc/opn) |