JAKARTA, Berita HUKUM - Film dokumenter Jangan Tutup Sekolah Kami diproduksi oleh tiga sineas muda yakni Tedika Puri Amanda, Taufan Agustyan dan Miftahuddin. Ketiganya adalah sineas muda jebolan program Metro Eagle Award. Kehadiran mereka ke Moro-Moro karena berempati terhadap apa yang terjadi pada ratusan anak Moro-Moro, Register 45 Mesuji Lampung.
Nasib anak sekolah di Moro-Moro Register 45, Mesuji, Lampung yang terpentang di tengah konfilk agraria memantik tiga sineas muda membuat film dokumenter tentang nasib pendidikan anak-anak di daerah itu.
Film yang di unggah dari akun Rio songgority di YouTube pada 30 April 2015 lalu dengan durasi 10.08 menit ini, kini telah ditonton 4,042, yang benar-benar menyingkap tabir bagaimana pendidikan yang ada, "di desa Moromoro bahwa disitu ada ribuan orang dan ratusan anak-anak yang membutuhkan pelayanan pendidikan, yang tidak dipenuhi bahkan di ingkari oleh Pemerintah Daerah sebagai sebuah entitas yang harusnya memberikan pelayanan. Karena prinsip yang paling mendasar bahwa Pendidikan itu merupakan Konstitusional Right/ hak dasar yang harus dipenuhi Pemerintah. Dan ketika masyarakat menyelenggarakan sendiri layanan itu, kemudian diluluh lantakkan atau akan digusur oleh Pemerintah," jelas Dr. Hs Tisnanta, SH. MH sebagai ketua PKKP HAM di film tersebut.
Sekolah Dasar yang didirikan secara swadaya sejak tahun 2000 dan telah melahirkan ratusan alumni kini SD Morodewe kini terancam "tutup". Pemerintah Kabupaten Mesuji tak lagi mengizinkan beroperasinya kelas Jauh/filial dan meminta anak-anak bersekolah ke sekolah induk yang Jaraknya 10 Km. Kini ratusan anak terancam putus sekolah. Kasus ini sendiri telah dilaporkan kepada Kementrian Pendidikan Nasional dan hingga kini ratusan anak moro-moro menunggu masa depan pendidikan mereka.
Film dokumenter Jangan Tutup Sekolah Kami ini akan diputar serentak di puluhan kota pada 2 Mei yang bertepatan Hari Pendidikan Nasional.
Nonton Film Klik.(bh/sya)