JAKARTA, Berita HUKUM - Jajang Nurjaman Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA) mengatakan bahwa terkait dengan apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait prestasinya dalam penanganan hutan sangat kontras (berbeda) dengan fakta di lapangan. Masih banyak persoalan yang terjadi di era Joko Widodo dan belum terselesaikan, ungkap Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA) menanggapi Jokowi setelah tampil pada Acara Debat Capres Kedua kemarin.
Jajang menjelaskan bahwa masalah hutan di pulau Jawa, seperti yang tergambar dalam temuan interpretasi citra satelit Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI–Jawa Madura, dari kawasan hutan Perhutani yang seluas 2.442.101 Ha, hanya sekitar 67,8% yang masih lestari. sisanya, sepertiga wilayah kelola Perhutani, dalam kondisi kritis. Mirisnya, Kebanyakan wilayah hutan kritis itu berada di area hutan lindung.
"Masih di pulau Jawa, Pemerintah Jawa Timur hingga sekarang masih belum melindungi masyarakat adat. Pemda belum mengesahkan satupun Perda yang terkait dengan pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat hukum adat, serta memberi pengakuan hak atas lahan dan hutan adat," jelas Jajang, Senin (18/2)
Disamping itu, menurut Jajang, masalah di Jawa masih lebih mendingan jika dibandingkan kasus di Papua. "Sebagaimana temuan BPK Potensi kerugian ekosistem dari pembuangan limbah operasional penambangan PT Freport mencapai Rp 185 triliun. Tidak ada apa-apanya dengan sanksi Rp 18,3 triliun kepada 11 perusahaan yang dibanggakan Joko Widodo," tandasnya.
Disatu sisi, tindakan Joko Widodo yang menuduh penguasaan lahan Hak Guna Usaha (HGU) oleh Prabowo Subianto di Kalimantan dan Aceh menunjukkan ketidaktahuan Kepala Negara yang kini sekaligus calon Presiden soal pertanahan. Sebab, HGU secara hukum adalah sah dan itu adalah tanah negara, jika dibutuhkan negara bisa diambil kapan saja.
Sementara, disampaikan Koordinator Komunitas Relawan Sadar Indonesia (Korsa), Amirullah Hidayat juga mengomentari terkait agraria dan penguasaan lahan di Indonesia mengatakan, bicara penguasaan lahan, seharusnya Jokowi mengungkap semua pemain yang menguasai lahan di negeri ini dituding banyak yang mendapat lahan tidak sesuai prosedur dan aturan yang berlaku.
"Seperti penguasaan lahan jutaan hektar oleh group PT Sinarmas dan PT Ciputra dibiarkan saja. "Mafia" tanah menguasai 74 persen lahan di negeri ini, mereka mendukung Jokowi pada Pilpres 2019,” ujar aktivis muda Muhammadiyah ini.
Bahkan, lanjut Amir, orang dekat Jokowi seperti Luhut B. Pandjaitan mempunyai dan mengusai lahan yang luas di Sumatera dan Kalimantan. Yang lain, politisi PDIP Sihar Sitorus menguasai lahan yang sangat luas di Sumatera, bahkan keluarga menantu Jokowi, Bobby Nasution dikabarkan juga punya lahan kebun sawit yang luas di Labuhanbatu dan Mandailing Natal (Sumut).
“Jadi yang diungkapkan Jokowi dalam debat Capres tadi malam menunjukkan Jokowi emosional. Dia bukan seorang negarawan melainkan seorang yang mempunyai kepribadian yang ambivalen,” tegasnya.
Harusnya Jokowi buka semua 'pemain lahan' baik mulai group PT Sinarmas hingga keluarga mantu, pungkasnya.
Sedangkan, Ahmad Safrudin, aktivis lingkungan hidup menyatakan bahwa faktanya pemerintah Indonesia sejauh ini tidak mampu mengeksekusi putusan pengadilan terkait pernyataan Jokowi yang menyebut ada 11 perusahaan yang diberikan sanksi denda sebesar Rp 18,3 triliun terkait melakukan illegal logging dan pembakaran hutan.
"Begitulah ... indah di atas kertas," ujar Syaefudin kembali mengkritisi, "coba saja tengok langsung ada tidak yang sudah dieksekusi (membayar sanksi), sebutkan aja datanya," cetusnya.
"Mana putusan pengadilan yang sudah dieksekusi?," ujarnya kembali menyampaikan, Direktur Eksekutif KPBB, dan mantan aktivis Walhi ini.
Dari data yang dihimpun, terkait Capres nomor urut 01 Jokowi yang juga menyebut tak ada lagi kebakaran hutan dan lahan dalam 3 tahun terakhir. Rupanya ada data yang berbeda menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Republik Indonesia.
"Kebakaran lahan gambut tidak terjadi lagi dan ini sudah bisa kita atasi. Dalam tiga tahun ini tidak terjadi kebakaran lahan, hutan, kebakaran lahan gambut dan itu adalah kerja keras kita semuanya," kata Jokowi di panggung debat kedua, di Hotel The Sultan, Senayan, Jakarta, Minggu (17/2).
Ternyata pernyataan Jokowi tersebut tidak benar (Bohong), sebagaimana data BNPB merekapitulasi bencana alam, termasuk kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Bahkan di tahun 2019 ini tercatat sudah terjadi beberapa kali karhutla.
Begini data karhutla di Indonesia menurut data BNPB:
- Tahun 2019 (hingga Februari): 5 kali kejadian karhutla, 1 orang hilang/meninggal dunia
- Tahun 2018: 370 kali kejadian karhutla, 4 orang hilang/meninggal dunia
- Tahun 2017: 96 kali kejadian karhutla, tak ada korban jiwa/hilang
- Tahun 2016: 178 kali kejadian karhutla, 2 orang hilang/meninggal dunia(dbs/bh/mnd) |