JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sikap empat pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR yang ‘ngambek’ dan akan mogok membahas Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2012 merupakan tindakan kekanak-kanakan. Mestinya mereka menyadari bahwa tidak kebal hukum dan pemeriksaan KPK terhadapnya juga merupakan bagian dari proses hukum.
"Jika Banggar jangan ngambek dan tak mau membahas RAPBN 2012, karena bisa menyebabkan negara ini stroke, akibat kontraksi ketatanegaraan yang tidak seharusnya tidak sampai terjadi. Jika tak ingin diperiksa KPK dan terjerat hukum, mereka harus bersikap hati-hati dalam menjalankan tugasnya. Jangan sampai ke luar jalur. Sikap mereka itu akan menghambat proses ketatanegaraan,” kata pengamat hukum tata negara Irman Putra Sidin kepada wartawab di Jakarta, Jumat (23/9).
Proses kontraksi yang dimaksud Irman adalah pelaksanaan kewenangan di antara dua lembaga, yakni DPR dalam hal ini Banggar dan KPK. "Yang satu diduga melaksanakan tugas di luar kewenangan. Yang satu lagi tidak bisa menerima akibat merasa terlecehkan tugas konstitusionalnya. Ini membuat roda ketatanegaraan lajunya melambat yang akhirnya tujuan negara tidak tercapai sesuai ekspektasi waktu," tukasnya.
Pada kesempatan lain, sikap ngambek pimpinan Banggar DPR tersebut dianggap guru besar FE UI Arsjad Anwar menunjukkan kinerja sesungguhnya dari para anggota DPR. "Bukan hanya urusan RAPBN, melainkan dalam menghadapi situasi krisis seperti saat ini, seharusnya DPR bekerja lebih keras bersama-sama dengan pemerintah. Bukan ngambek dan kontraproduktif. Indonesia memang benar-benar telah kehilangan sosok yang memiliki kredibilitas sebagai pemimpin.," jelasnya. .
Bantah Ngambek
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso membantah Banggar ngambek dengan memboikot pembahasan APBN 2012, hanya karena dipanggil KPK. Banggar hanya merasa tidak nyaman dan tidak adil karena KPK mempertanyakan mekanisme kebijakan di badan itu. "Tidak ada keinginan boikot, yang ada mereka hanya merasa tidak nyaman," bela dia.
Priyo membenarkan pimpinan DPR telah menerima surat yang dikirimkan pimpinan Banggar untuk mengembalikan tugas Banggar kepada pimpinan DPR. Dalam surat itu, Banggar meminta pimpinan DPR melakukan pembicaraan dengan penegak hukum, yakni KPK, kepolisian, dan kejaksaan. Diharapkan pekan depan masalah Banggar tersebut sudah beres.
Menurut Ketua DPP Partai Golkar ini, dilihat dari subtansi surat itu, apa yang ditulis pimpinan Banggar dalam surat itu merupakan wujud perasaan ketidaknyamanan mereka atas pertanyaan penyidik KPK yang menyinggung mekanisme pembahasan anggaran negara di Banggar. “Mereka merasa seperti disalahkan, semua telunjuk tertuju pada pimpinan dan anggota Banggar," tuturnya.
Priyo meminta masyarakat memahami tindakan Banggar yang mengembalikan wewenangnya kepada pimpinan DPR hingga ada kejelasan tugas Banggar di mata penegak hukum. "Menurut saya, kami menghormati kewenangan KPK dan kami tidak boleh menolak itu. KPK harus memeriksa mereka yang diindikasikan sebagai mafia anggaran. Silakan itu diperiksa saja, tapi jangan menyentuh masalah kebijakan,” katanya kembali membela pimpinan Banggar.
Mainkan Proyek
Sementara itu, mantan Ketua Banggar DPR Harry Azhar Aziz tidak membantah dugaan dalam Banggar DPR ada komplotan yang terdiri dari beberapa orang yang kerap memainkan proyek. Untuk itu, KPK harus mengusut tuntas mereka yang diduga terlibat. "KPK seharus tidak memanggil pimpinan Badan Anggaran sebagai institusi. Harusnya dalam kapasitas per orang. Bisa juga orang per orang itu berkomplot itu harus diselidiki oleh KPK," ujarnya.
Menurut Harry, KPK juga perlu memeriksa anggota Banggar secara khusus terkait dengan apa yang terjadi di alat kelengkapan DPR tersebut. "Harus diselidiki antara kasus itu dengan yang terkait di Banggar. Kalau masih semilir dan tidak cukup kuat buktinya, jangan dilakukan pemanggilan. Jika ada indikasi kuat, barulah dipanggil dan diperiksa,” tuturnya.
Namun, saat ditanya dugaan aroma permainan yang terjadi dalam Banggar DPR, Harry membenarkan hal tersebut. "Ya (dugaan permainan) itu sudah saya dengar segala macamnya. Tapi ini kejadiannya individu per individu. Urusannya dengan partai, apakah partai setuju dengan keputusan Banggar. Kalau setuju ya salah juga dan partai harus mengganti orangnya di Banggar,” imbuh dia. (mic/rob/irw)
|