JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang kedua atas uji materi UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) terhadap UUD 1945 pada hari Senin (3/12) di ruang sidang MK dengan agenda perbaikan permohonan. Pemohon dalam perkara ini adalah Dr H Mohammad Saleh, SH, MH yang menduduki jabatan sebagai Hakim Agung, dan juga selaku Ketua Umum IKAHI. Pemohon merasa ketentuan Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 UU SPPA tersebut, telah mengurangi derajat independensi Hakim dalam melaksanakan tugas justisialnya.
“Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 (UU Peradilan Anak) tersebut telah mengurangi derajat independensi hakim dalam melaksanakan tugas yudisialnya,” ungkap kuasa hukumnya, Lilik Mulyadi dalam Sidang Pendahuluan Perkara No. 110/PUU-X/2012, Senin (19/11) di ruang sidang pleno MK. “Karena ancaman sanksi dalam ketentuan yang diuji tersebut telah membuka penafsiran bahwa pelanggaran terhadap hukum acara pidana anak, merupakan suatu tindak pidana yang harus diancam dengan sanksi pidana,” katanya.
Padahal, kata Lilik, sudah sangat jelas dan nyata dari aspek penegakkan hukum, penegakkan hukum pidana formal anak merupakan instrument bagi hakim untuk menegakkan dan menjamin tegaknya hukum materiil anak. Akibatnya, dengan adanya kriminalisasi tersebut, ruang hakim untuk menggali keadilan masyarakat menjadi tertutup dan akan melahirkan legisme badan peradilan. “Menempatkan hakim hanya sebagai corong undang-undang saja. Dan politik kriminalisasi tidak diorientasikan pada nilai-nilai keseimbangan masyarakat,” ujar Lilik.
Menurutnya ketentuan itu merupakan bentuk intervensi dari lembaga pembentuk UU kepada kekuasaan kehakiman. Sehingga dia beranggapan hal ini telah melanggar prinsip check and balance yang diamanhkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. “Bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (2) dan (3) UUD 45,” ungkapnya.
UU ini sambungnya lagi, tidak proporsional dan tidak memiliki tujuan yang jelas. Setelah mendengarkan pokok-pokok permohonan pemohon, panel hakim Konstitusi yang terdiri dari Hakim Konstitusi Anwar Usman (Ketua Panel), Maria Farida Indrati dan Achmad Sodik pun kemudian memberikan beberapa saran perbaikan. Diantaranya terkait legal standing dan argumentasi pemohon.
Adapun pasal 96 yang diuji pemohon tersebut berbunyi, “Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak dua ratus juta rupiah.” Sedangkan pasal 100, menyatakan, “Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (3), pasal 37 ayat (3) dan pasal 38 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun.” Pasal 101, merumuskan, “Pejabat pengadilan yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasa 62 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun.”
Selain menggelar persidangan tersebut, hari ini MK menggelar Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (PHPUD) Kabupaten Probolinggo tahun 2012 dengan agenda mendengarkan jawaban termohon, keterangan pihak terkait, dan pembuktian PHPUD Kapuas tahun 2012 dengan agenda pemeriksaan perkara.(bhc/mdb) |