JAKARTA, Berita HUKUM - Dampak kenaikan harga BBM sangat dirasakan oleh rakyat utamanya kaum buruh, termasuk para guru honorer.
Kebutuhan pokok yang melambung, bahkan sebelum BBM naik sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat, daya beli dari kaum pekerja turun sebesar 30 persen dan inflasi naik 2 digit serta pertumbuhan ekonomi turun dibawah 6 persen.
Bahkan menurut Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Didi Suprijadi disela sela konferensi pers yang digelar KAJS, di Jakarta, Sabtu (6/7), nasib guru honorer justru lebih parah dari para buruh. Pendapatan guru honorer, lanjut Didi, rata-rata cuma Rp. 500 ribu per bulan, tidak ada tunjangan kesehatan, dan lain-lain.
"Dengan Rp 500 ribu/per bulan, untuk ukuran hidup di Jakarta, bagaimana?," jelas Didi
Sementara, lanjut Ketua PB PGRI, para guru honorer dituntut harus berjenjang pendidikan minimal sarjana (S-1).
Walaupun ada tambahan tunjangan sebesar Rp 250 ribu, itupun bagi guru honorer yang sudah memiliki nomor induk pokok kependidikan, dan untuk mengurusnya tidak gampang.
Dalam kondisi yang sangat memprihatinkan tersebut, maka tidak heran ketika ada sebagian guru honorer yang menyambi (ngobyek) pekerjaan lain, hanya sekedar mencari tambahan untuk menutupi kebutuhan hidup keluarganya.
Jumlah guru honorer yang ada saat ini, menurut Ketua PB PGRI, sekitar 640 ribuan yang tersebar diseluruh Indonesia, belum termasuk guru honorer yang ada di bawah Kementerian Agama.
"Untuk itu sebagai pucuk pimpinan PGRI, merasa memikul beban moral dan bertanggungjawab untuk memperjuangkan nasib para guru honorer, paling tidak dengan keterlibatanya dalam KAJS ini," jelas Didi Suprijadi.(bhc/rat) |