JAKARTA, Berita HUKUM - Lanjutan sidang Ustad Alfian Tanjung pada hari Rabu (28/3) kemarin itu berjalan dengan baik. Sidang dimulai jam 11.00 sampai jam 15.30. Sesuai jadwal agenda persidangan seharusnya ada 2 Saksi Ahli meringankan yang dihadirkan. Yakni Prof Yusril Ihza Mahendra dan Ustad Abdul Chair SH. Namun karena Ustad. Abdul Chair sakit, jadinya hanya Yusril saja yang didengarkan kesaksiannya.
Pada saat persidangan 2 dari 3 hakim yang memimpin sidang itu menyampaikan kekaguman mereka atas penjelasan Yusril yang sangat jelas dan mencerahkan. Karena selama Yusril memang terkenal dengan sosok tokoh yang sopan serta tenang dalam persidangan.
Setelah Penasihat hukum, JPU dan Majelis Hakim memberikan pertanyaan kepada Pakar Hukum Tata Negara itu sebagai Saksi Ahli, tibalah saat Ustadz Alfian Tanjung diberi kesempatan untuk bertanya kepada Saksi Ahli (Yusril).
"Apa Nasihat Pak Yusril untuk saya, dengan kondisi negara yang aneh seperti hari ini. Saya yang menerangkan akan bahaya Komunis, malah saya yang ditangkap. Apakah setelah saya bebas, saya berhenti saja membahas bahaya komunis? atau saya ceramah yang lucu lucu saja?," ujar Ust Alfian kepada Yusril.
Kemudian Yusril pun menjawab pertanyaan ustd Alfian itu "Yang Ustadz Alfian Tanjung sampaikan adalah kebenaran, tugas Ustad adalah menyampaikan yang benar. Amar Makruf dan Nahi Mungkar. Nasihat saya ya harus tetap dengan pendirian Ustadz Alfian Tanjung. Jangan goyah. Karena sampai kapanpun, Islam dengan Komunis tidak akan pernah akur. Dari dulu Masyumi (Partai Islam) yah lawannya PKI. Musuh orang yang beragama adalah orang yang anti agama," kata Yusril menjawab pertanyaan Ustadz Alfian.
Atas jawaban tersebut, salah satu tokoh yang juga ikut hadir di persidangan itu, yakni Ustd Asep Syarifudin (Ketua API Jabar) mengatakan bahwa jawaban Yusril itu sekaligus nasihat yang sangat penting. "Ke-Istiqomahan harus dirawat, karena kriminalisasi ulama bertujuan untuk melemahkan ghiroh dan menciutkan nyali para Ustadz dan Ulama dalam menyampaikan kebenaran," tutur Ustd Asep.
Dirinya juga atas nama Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat juga mengucapkan terima kasih kepada Umat Islam yang sudah hadir dalam persidangan hari itu. Ada Ustadz Haikal Hassan, Ustadz Asep dari Jawa Barat dan tokoh tokoh lainnya..
Sementara, dalam persidangan, Yusril mengatakan ceramah kewaspadaan bahaya PKI yang sering disampaikan Alfian, menurutnya tidak masuk tindak pidana. Sebab, yang di dakwakan adalah pasal 310. Sementara, Pasal 310 berkaitan dengan orang. Bukan dengan partai ataupun golongan.
"Sehingga, pidananya kehapus jika ada kepentingan umum. Tidak ada yang bisa di pidana pada beliau ini jika menggunakan pasal 310. Kemudian Pasal 28 UU ITE, pertanyaannya apakah partai bisa masuk kepada golongan? Kalau Pasal 28 merupakan lex specialis (ketentuan umum) dari pasal 156, maka golongan," tegas Yusril.
Golongan yang dimaksud, lanjut Yusril adalah agama, pribumi dan orang Timur Asing. Setelah masuk pasal 156 a, golongan diartikan sebagai agama sejak zaman Presiden Habibie.
Dengan dakwaan berlapis terhadap Alfian, Yusril menyebut hal itu sebagai kevakuman hukum. Sebab, dalam Pasal 156 berbicara tentang partai. Adapun Pasal 206 dan 208 terkait pejabat pemerintahan dan Pasal 310 311 bicara golongan.
"Misalnya, kursi diartikan bangku. Dalam perdata analogi bisa, tapi dalam pidana tidak bisa. Jadi apabila disebutkan golongan itu pejabat pemerintah atau individu, partai politik dimana?," tanyanya.
Menanggapi pertanyaan kuasa hukum Alfian, Abdullah Al Katiri terkait buku Ribka Tjiptaning berjudul 'Anak PKI masuk Parlemen' Yusril menjelaskan hal tersebut merupakan masalah sensitif baik dari segi politik maupun Undang-Undang di tengah kemajukan masyarakat.
Menurutnya, jika perkataan itu tidak dicabut atau di klarifikasi, terang Yusril, bahkan aparat terkesan membiarkan, maka bisa menimbulkan keresahan dan kegaduhan bangsa ini.
"Karena itu, klarifikasi sangat penting. Saya kira disitulah harus dipahami. Sebab berkaitan dengan norma hukum dan politik," katanya.
Lebih lanjut, Yusril memaparkan pertanyaan Al Katiri terkait 15 kader PDIP berangkat ke China, memenuhi undangan Partai Komunis China untuk studi banding berbagai masalah pembangunan di sekolah partai negara tersebut pada 23 Oktober 2013 silam. Ketua DPP PDIP Eva Kusuma Sundari mengatakan, kader partainya yang belajar di sekolah partai itu merupakan angkatan ketiga.
Yusril menyebutkan, penyebaran paham komunis dilarang kecuali untuk kepentingan akademik. Pertukaran keilmuan dan gagasan menurutnya adalah hal biasa. Namun, jika bertolak pada TAP MPRS XXV/1966 dan kader PDIP kembali ke Indonesia untuk menyebarkan ideologi komunis, maka jelas dilarang dan bertentangan dengan konstitusi.
"Ideologi komunisnya tidak boleh. Tapi jika di Tiongkok belajar tentang perairan, persawahan dan lain sebagainya, maka itu dibolehkan. Bisa saja orang melakukan studi, tapi tidak masuk pada filsafat," tuturnya.
Yusril tidak menampik hubungan negara bisa menyangkut beberapa aspek. Mulai dari government to government, parlemen to parlemen dan rakyat antar rakyat. Lebih jauh, kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu, kerjasama antar partai sudah dilakukan sejak tahun 1936.
"Termasuk Masyumi dengan Liga Pakistan. Dan kita tahu bersama Aidit berapa kali ke Tiongkok untuk mendalami paham komunisme. Kerjasama seperti itu mungkin, tapi setelah berlaku TAP MPR ada pembatasan-pembatasan dalam rangka kerjasama dengan komunis," tandas Yusril.
Adapun sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Rabu, 4 April 2018 di PN Jakarta Pusat dan akan menghadirkan Saksi Ahli lainnya yang meringankan, yakni Mayjen (Purn) Kivlan Zein dan Ustadz Abdul Chair SH dari MUI.(ES/wartapilihan/panjimas/bh/sya)
|