JAKARTA, Berita HUKUM - Kelompok nelayan Batam melalui kuasa hukumnya, David SG Pella meminta ganti rugi sebesar total Rp 686,7 miliar kepada pemilik dan nahkoda kapal MT Arman 114 atas dampak tumpahan minyak di perairan laut Natuna Utara pada 7 Juli 2023 yang mengakibatkan pencemaran lingkungan laut dan menyebabkan kerugian besar bagi kelompok nelayan Batam.
Tuntutan itu tertuang dalam gugatan class action yang diajukan oleh penggugat pada 1 Februari 2024 di Pengadilan Negeri (PN) Batam dengan daftar nomor perkara 91/Pdt.G/2024/PN Batam. Penggugat yaitu kelompok atau komunitas butuh nelayan yang bertempat tinggal di pesisir laut Batam, yang juga mewakili kepentingan nelayan di kawasan laut Pulau Natuna serta Tanjung Balai Karimun. Sedangkan pemilik kapal MT Arman yakni sebagai tergugat I dan nahkoda kapal MT Arman, Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba sebagai tergugat II.
"Secara keseluruhan nilai kompensasi yang dituntut kepada tergugat I (pemilik kapal MT Arman) dan tergugat II (Nahkoda kapal MT Arman) secara tanggung renteng adalah sebesar Rp 686,7 miliar," kata David SG Pella dalam konferensi pers, di Gedung GBN, Jalan Penjernihan, Jakarta Pusat, Minggu (18/8).
Berikut rincian tuntutan kompensasi atas kerugian ekonomi dan pemulihan lingkungan yang rusak akibat pencemaran laut di kepulauan Natuna, Tanjung Balai Karimun dan Batam :
1. Ganti rugi kehilangan pendapatan para penggugat: Rp 6.720.000.000;
2. Kerugian Kesehatan para penggugat: Rp 80.000.000.000;
3. Kerugian nelayan pesisir akibat pencemaran laut: Rp 300.000.000.000
4. Biaya Pemulihan Lingkungan Laut Rp 300.000.000.000
Dijelaskan David, kerugian akibat pencemaran lingkungan laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak dari kapal MT Arman 114 selain merusak habitat laut dan mematikan sejumlah besar biota laut yang menjadi sumber penghidupan utama bagi para nelayan setempat. Terbukti dengan turunnya hasil tangkap nelayan selama periode Juli 2023 hingga Gugatan ini didaftarkan.
"Gugatan class action ini adalah langkah yang diperlukan untuk melindungi hak-hak para nelayan dan memastikan bahwa para pelaku pencemaran lingkungan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Kerugian yang diakibatkan oleh tumpahan minyak ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga menghancurkan kehidupan ekonomi masyarakat nelayan," tandasnya.
"Mengakibatkan tangkapan ikan para nelayan mengalami penurunan drastis dan secara langsung berdampak pada penghidupan mereka," tambah David.
David mengungkapkan, kliennya (para nelayan/penggugat) juga meminta PN Batam untuk menetapkan sita jaminan terhadap kapal tanker MT Arman 114 IMO No.9116912 dan cargo muatannya (Light Crude Oil).
"Kita meminta pihak Kejaksaan Negeri Batam dalam hal ini Kejagung harus memberitahukan kepada pengadilan (PN Batam) agar juga menyampaikan kepada pihak-pihak yang mengajukan gugatan saat ini untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat. Jadi tidak saja main memindahkan kapal sama cargonya tanpa dilakukan pemeriksaan akhir sebelum kapal dipindahkan," bebernya.
Dalam kesempatan itu, Ketua harian Komite Indonesia Bebas Mafia (KIBMA) Lukas Luwarso menyatakan pihaknya siap mengawal perkara yang melibatkan pengusaha perminyakan dan telah merugikan mata pencaharian masyarakat nelayan di pesisir Pulau Natuna lantaran tumpahan minyak dari kapal MT Arman.
"Dalam perkara ini kami akan kawal terkait pencemaran lingkungannya, kerugian terhadap masyarakat dan penyitaan barang bukti," pungkas Lukas saat hadir dalam konferensi pers tersebut.
Salah satu nelayan Batam yang bertindak atas nama kelompok nelayan, menyatakan, "Kami menuntut keadilan atas pencemaran lingkungan yang telah menghancurkan sumber penghidupan kami. Tindakan pemilik kapal MT Arman 114 dan nahkodanya tidak dapat diterima, dan mereka harus bertanggung jawab atas kerusakan yang telah mereka sebabkan."(bh/amp) |