JAKARTA, Berita HUKUM – Buruknya pelayanan di dalam pencairan klaim asuransi terhadap TKI bermasalah (TKIB) menjadi sorotan Ombudsman. TKIB yang pulang ke tanah air setelah bekerja di luar negeri yang ditemui di Balai Pendataan Kepulangan (BPK) TKI di Selapajang, Tangerang, Banten, masih banyak mengalami kesulitan untuk mencairkan klaim asuransi yang menjadi haknnya.
Demikian disampaikan Anggota Ombudsman RI yang menjadi Koordinator “Investigasi Sistemik Perlindungan dan Pelayanan Kepulangan TKI/TKW di Terminal 2 Bandara Internasional Soekarno – Hatta dan BPKI TKI Selapajang Tangerang, Banten,” Hendra Nurtjahjo - di depan perwakilan BNP2TKI, Ditjen Binapenta Kemenakertrans, Direktorat Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu, dan Kepala BPK TKI Selapajang, Tangerang, Banten di Kantor Ombudsman RI Jakarta Selatan, beberapa pecan lalu.
“Pelayanan yang dilakukan oknum petugas dari perusahaan jasa Konsorsium Asuransi Proteksi TKI mengesankan ada upaya menggiring para TKIB agar tidak sampai dapat mencairkan klaim asuransi yang menjadi haknya,” ungkap Hendra Nurtjahjo.
Ia kemudian membeberkan beberapa temuan dalam investigasi yang dilakukan selama akhir 2011 sampai Oktober 2012, di antaranya ada TKI yang membawa Surat Pengganti Laksana Paspor (SPLP) – lantaran Paspornya hilang atau disita pengguna/majikan saat bekerja di luar negeri – namun tidak bisa mencairkan klaim asuransinya. Berikut ada TKIB yang menjadi korban pelecehan seksual dan tidak bisa dicairkan klaim asuransinya, karena tidak bisa menunjukkan hasil visum.
“Intinya para TKIB tersebut digiring dengan sejumlah persyaratan yang ujung akhirnya tidak bisa dicairkan klaim asuransinya. Kalau pun ada yang dicairkan hanya sebatas biaya pengganti kepulangan ke daerah asal,” kata Hendra. Terkait pencairan klaim asuransi kematian TKI, lanjutnya, juga tidak jauh berbeda. Kalau pun akhirnya dicairkan, karena sebelumnya menjadi sorotan publik dan gencar menjadi pemberitaan media massa.
Hendra Nurtjahjo mengatakan, terkait buruknya pelayanan klaim asuransi TKIB ini, Ombudsman menyarankan kepada Ditjen Binapenta Kemenakertrans, agar melakukan revisi terhadap Permenakertrans Nomor 7 Tahun 2010 jo Nomor 1 Tahun 2012 tentang Asuransi TKI, khususnya yang terkait dengan persyaratan pengurusan klaim asuransi. Berikut memastikan calon TKI yang akan diberangkatkan memahami hak-haknya atas asuransi melalui pemberian materi pelatihan yang mudah dipahami calon TKI.
Kepada perusahaan jasa Konsorsium Asuransi Proteksi TKI, kata Hendra, kiranya perlu melakukan perubahan Polis Induk Asuransi agar lebih berpihak kepada pemenuhan hak-hak TKI. “Jangan hanya mau menerima premi asuransi TKI saja, namun sulit mencairkan klaim yang menjadi hak TKI,” katanya.
Terkait dengan kemudahan klaim asuransi TKI ini pula, disarankan kiranya menggunakan data klaim asuransi untuk menentukan kinerja PPTKIS dan Konsorsium Asuransi Proteksi TKI.(bhc/hms/rt)
|